Demutualisasi bursa efek adalah proses perubahan struktur kepemilikan bursa efek dari organisasi berbasis keanggotaan (mutual) menjadi entitas korporasi berbasis saham (stock company). Secara fundamental, proses ini memisahkan kepemilikan (siapa yang memiliki bursa) dari keanggotaan/hak berdagang (siapa yang berhak menjadi Anggota Bursa/Perusahaan Sekuritas).
Karakteristik Utama Demutualisasi
Sebelum demutualisasi, bursa efek biasanya dimiliki oleh para Anggota Bursa (AB) itu sendiri dan beroperasi dengan prinsip nirlaba (non-profit), di mana fokus utamanya adalah mengatur dan menyediakan fasilitas perdagangan bagi anggotanya. Setelah demutualisasi, terjadi perubahan signifikan:
Fitur
Kepemilikan
Struktur Mutual (Sebelum)=> Terbatas pada Anggota Bursa (AB).
Struktur Korporasi (Setelah)=> Dibuka untuk publik/investor luar (bisa melalui IPO).
Orientasi
Struktur Mutual (Sebelum)=> Non-profit (fokus pada fungsi SRO & kepentingan anggota).
Struktur Korporasi (Setelah)=> Profit-Oriented (fokus pada keuntungan pemegang saham).
Akses Modal
Struktur Mutual (Sebelum)=> Terbatas, umumnya dari iuran/modal anggota.
Struktur Korporasi (Setelah)=>Lebih fleksibel, dapat mencari modal eksternal (misalnya IPO).
Tata Kelola
Struktur Mutual (Sebelum)=> Kepentingan pemilik (AB) dapat berbenturan dengan fungsi SRO bursa.
Struktur Korporasi (Setelah)=> Diperkuat, bertujuan memisahkan kepentingan pemilik dan pengguna bursa.
Tujuan utama dari demutualisasi adalah:
Mengurangi Benturan Kepentingan: Mengatasi konflik yang timbul ketika pengguna bursa (Anggota Bursa) juga menjadi pemilik yang mengelola bursa.
Meningkatkan Modal: Memperoleh modal baru untuk investasi teknologi, pengembangan produk, dan peningkatan daya saing global.
Meningkatkan Tata Kelola: Mendorong efisiensi, akuntabilitas, dan transparansi manajemen bursa layaknya perusahaan publik lainnya.
Daya Saing Global: Meningkatkan fleksibilitas dan kemampuan bursa untuk bersaing dengan bursa-bursa global lainnya.
Contoh Bursa Efek yang Telah Demutualisasi
Demutualisasi adalah tren global. Mayoritas bursa efek besar di dunia telah melakukan demutualisasi, dan banyak di antaranya bahkan mencatatkan saham mereka sendiri (disebut self-listing).
1. Singapore Exchange (SGX) – Singapura
Telah demutualisasi dan tercatat (IPO) di bursanya sendiri (self-listing). Perubahan ini memungkinkan SGX untuk beroperasi secara komersial dan agresif dalam mengakuisisi dan mengembangkan produk untuk bersaing di Asia.
2. Bursa Malaysia (MYX) – Malaysia
Telah demutualisasi dan tercatat (IPO) di bursanya sendiri. Memungkinkan bursa untuk meningkatkan investasi infrastruktur dan layanan, serta mendorong integrasi regional.
3. Australian Securities Exchange (ASX) – Australia
Telah demutualisasi dan tercatat (IPO). Salah satu bursa awal yang bertransformasi, fokus pada peningkatan efisiensi dan tata kelola untuk pasar yang lebih dewasa.
Kasus Khusus: Bursa Efek Indonesia (BEI)
Status: BEI (sebelumnya gabungan Bursa Efek Jakarta dan Surabaya) belum demutualisasi sepenuhnya dalam arti menjadi perusahaan terbuka berbasis saham yang dimiliki publik.
Rencana: Pemerintah Indonesia saat ini sedang menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai amanat dari UU P2SK untuk melaksanakan demutualisasi BEI, dengan target rampung pada Semester I 2026.
Model yang dikaji: BEI mengkaji model seperti Operating Holding Company Non-SRO untuk memastikan fungsi SRO (Self-Regulatory Organization) tetap kuat di bawah perusahaan induk, memisahkan secara efektif fungsi komersial dari fungsi pengawasan pasar.
Disclaimer On: Tulisan ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham tertentu. Keputusan Investasi/Trading sepenuhnya ada di tangan pembaca. Saham Daily tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari Keputusan Investasi/Trading yang dilakukan oleh Pembaca.
Jika Anda ingin berlangganan Database Saham Daily dan mendapatkan Info Saham Terkini, klik link di bawah ini: