Rendahnya serapan anggaran pada Kementerian/Lembaga (K/L) merupakan isu fiskal yang serius, terutama menjelang akhir tahun anggaran. Hingga 30 September 2025 (akhir Q3), tiga lembaga besar yang menjadi sorotan utama karena serapan anggarannya berada di bawah rata-rata nasional (sekitar 62,8%) adalah Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU), dan Kementerian Pertanian (Kementan).
Berikut adalah rincian kinerja dan penjelasan utama terkait rendahnya serapan anggaran ketiga lembaga tersebut:
1. Badan Gizi Nasional (BGN)
Badan Gizi Nasional adalah lembaga yang baru dibentuk dan mengelola anggaran besar untuk program prioritas pemerintah.
Alasan Utama Rendahnya Serapan:
Lembaga Baru dan Kapasitas Institusi: BGN adalah lembaga baru yang dibentuk melalui Peraturan Presiden. Hal ini menyebabkan kapasitas operasional, sistem tata kelola, dan struktur organisasinya belum sepenuhnya matang untuk mengelola dana dalam jumlah masif dan menjalankan program di lapangan.
Kompleksitas Program: Program utama BGN, yaitu Makan Bergizi Gratis (MBG), sangat kompleks. Program ini membutuhkan pembangunan infrastruktur masif (seperti Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi/Dapur Umum), rantai pasok yang terdesentralisasi, serta mekanisme pengadaan barang dan jasa yang melibatkan UMKM di daerah secara serentak.
Kendala Teknis Pengadaan: Proses lelang, verifikasi mitra lokal, dan penetapan standar gizi membutuhkan waktu yang lama, sehingga eksekusi proyek besar tertunda di semester pertama dan kedua. Bahkan, sebagian besar dana yang tidak terserap (sekitar Rp 70 triliun) dikembalikan ke pemerintah.
Faktor Keyakinan Pasar: Kepala BGN sempat menyatakan bahwa serapan rendah juga dipengaruhi karena adanya ketidakpastian dan ketidakyakinan di awal tahun dari mitra potensial bahwa program ini dapat berjalan lancar.
2. Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU)
KemenPU adalah K/L dengan pagu besar yang berfokus pada pembangunan infrastruktur fisik.
Alasan Utama Rendahnya Serapan:
Keterlambatan Lelang Proyek: Proyek-proyek infrastruktur besar (jalan, jembatan, bendungan) biasanya memiliki siklus pengadaan yang panjang. Keterlambatan dalam proses tender dan lelang di awal tahun (seperti penyusunan detailed engineering design/DED) menyebabkan realisasi fisik dan pembayaran termin baru dimulai secara masif di Kuartal III, bahkan baru akan memuncak di Kuartal IV.
Efisiensi Anggaran: Adanya instruksi efisiensi dan pemotongan anggaran di awal tahun anggaran 2025 yang membuat KemenPU harus menyusun ulang rencana kerja dan anggaran (refocusing), sehingga energi dan waktu tersita untuk penyesuaian administratif.
Faktor Musiman: Proyek fisik seringkali terhambat oleh faktor cuaca, terutama menjelang dan selama musim hujan di akhir tahun.
3. Kementerian Pertanian (Kementan)
Kementan merupakan lembaga kunci dalam menjaga ketahanan pangan dan mengelola subsidi.
Alasan Utama Rendahnya Serapan:
Penyesuaian Program Prioritas: Anggaran Kementan banyak terkait dengan program-program untuk mendukung ketahanan pangan dan peningkatan produksi, seperti subsidi pupuk, pengadaan alat mesin pertanian (Alsintan), dan pengembangan irigasi. Rendahnya serapan mengindikasikan bahwa distribusi atau pengadaan program-program ini masih belum optimal.
Permasalahan Distribusi: Program subsidi dan bantuan kepada petani, seperti penyaluran pupuk, sering terkendala masalah birokrasi, verifikasi data penerima, dan proses penyaluran di daerah, yang memperlambat penyerapan dana.
Siklus Belanja K/L Baru: Kementan, seperti halnya lembaga-lembaga lain, seringkali baru bisa memulai pembayaran termin atau realisasi proyek fisik secara signifikan di paruh kedua tahun anggaran.
Dampak Umum Rendahnya Serapan Anggaran:
Under-spending dan Perlambatan Ekonomi: Anggaran yang tidak terserap berarti stimulus belanja pemerintah tidak bekerja maksimal di pasar, sehingga berisiko menahan laju pertumbuhan ekonomi.
Ketidakpastian dan Risiko Fiskal: Kemenkeu harus memonitor ketat K/L ini dan mendorong percepatan belanja di Kuartal IV agar sisa anggaran yang besar (Rp 474,7 triliun dari total belanja K/L) dapat terserap untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi akhir tahun. Jika tidak, akan terjadi under-spending yang dapat mengganggu target Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Inefisiensi Anggaran: Rendahnya serapan menunjukkan ada masalah dalam perencanaan, birokrasi, atau kapasitas sumber daya manusia di K/L tersebut.
Menteri Keuangan, Purbaya, memiliki peran sentral sebagai “bendahara negara” untuk memastikan belanja pemerintah pusat berjalan efektif dan optimal, terutama menjelang Kuartal IV.
Untuk meningkatkan serapan anggaran Kementerian/Lembaga (K/L), khususnya Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU), dan Kementerian Pertanian (Kementan), kebijakan yang harus diambil dapat dibagi menjadi tiga pilar utama: Akselerasi, Pengawasan, dan Sanksi/Insentif.
Berikut adalah kebijakan spesifik yang perlu diambil oleh Menteri Keuangan Purbaya:
I. Pilar Akselerasi
Ini adalah langkah-langkah yang bertujuan untuk segera mencairkan anggaran yang sudah dialokasikan, khususnya di Kuartal IV.
1. Pembukaan Blokir Anggaran (Earmarking) dan Pemetaan Proyek
Kebijakan: Segera melepaskan sisa anggaran K/L yang masih diblokir (efisiensi anggaran di awal tahun) untuk program-program yang siap dieksekusi dan berdampak cepat, terutama yang bersifat padat karya.
Contoh: Membuka blokir anggaran KemenPU untuk proyek-proyek infrastruktur kecil di daerah (seperti irigasi tersier atau jalan desa) yang pencairannya lebih sederhana dan dampaknya langsung ke ekonomi lokal.
2. Percepatan Proses Pembayaran Termin
Kebijakan: Menerbitkan kebijakan atau surat edaran yang mempersingkat batas waktu pembayaran tagihan (termin) dari 17 hari kerja menjadi lebih cepat. Ini untuk memastikan kontraktor atau penyedia barang/jasa, terutama UMKM, segera menerima dana setelah pekerjaan selesai.
Tujuan: Mengurangi risiko cash flow bagi mitra K/L dan mendorong mereka mempercepat penyelesaian proyek.
3. Front-loading Program Prioritas
Kebijakan: Mendorong K/L seperti BGN dan Kementan untuk melakukan pengadaan barang/jasa lebih awal di awal Kuartal IV, bukan menunggu hingga Desember.
Contoh Khusus BGN: Memastikan seluruh kebutuhan bahan baku Program MBG untuk jangka waktu tertentu (misalnya, untuk bulan Oktober dan November) dibeli secara tunai atau melalui mekanisme yang sangat cepat, sambil menyempurnakan sistem permanennya.
II. Pilar Pengawasan dan Pembinaan Intensif
Kebijakan ini fokus pada perbaikan tata kelola dan penyelesaian masalah teknis di lapangan.
4. “Safari APBN” dan Pendampingan Langsung
Kebijakan: Melakukan “Safari APBN” (kunjungan kerja intensif) ke K/L dengan serapan rendah, khususnya BGN, KemenPU, dan Kementan, untuk mengidentifikasi bottleneck (hambatan) secara langsung.
Aksi: Menempatkan tim khusus dari Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu untuk melakukan pendampingan teknis harian di K/L tersebut guna membantu proses revisi anggaran, pengadaan, dan pencairan dana.
5. Penguatan Akuntabilitas dan Tata Kelola
Kebijakan: Mewajibkan K/L, terutama BGN yang merupakan lembaga baru dengan anggaran besar, untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas melalui pelaporan real-time dan audit internal yang ketat.
Tujuan: Mencegah penyimpangan yang bisa menjadi alasan penundaan pencairan dana.
6. Integrasi Data Anggaran
Kebijakan: Memanfaatkan sistem informasi keuangan negara (misalnya OMSPAN atau sistem lain) untuk memantau serapan harian/mingguan secara granular (terperinci), bukan hanya bulanan.
Fungsi: Data ini digunakan untuk memberikan peringatan dini (early warning system) kepada K/L yang proyeknya terindikasi mandek.
III. Pilar Insentif, Disinsentif, dan Realokasi
Ini adalah kebijakan yang menggunakan tekanan fiskal untuk memastikan anggaran tidak menganggur.
7. Ancaman Penarikan/Realokasi Anggaran (Sanksi)
Kebijakan: Menetapkan batas waktu (deadline) tegas (misalnya, akhir Oktober 2025) bagi K/L untuk menunjukkan progres signifikan dalam penyerapan.
Sanksi: Jika batas waktu terlampaui dan anggaran masih stagnan, Menteri Keuangan berhak menarik (atau “mengambil”) kembali dana tersebut dan merealokasikannya ke program K/L lain yang memiliki daya serap tinggi dan dampak ekonomi langsung.
Contoh Realokasi: Dana yang ditarik dari BGN atau KemenPU dapat dialihkan untuk menambah Bantuan Sosial (Bansos) atau program Padat Karya Tunai di K/L lain (seperti Kemensos) yang proses penyalurannya lebih cepat.
8. Skema Insentif Kinerja Anggaran
Kebijakan: Memperkuat sistem Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA). K/L yang berhasil mencapai target serapan dan kualitas belanja tinggi (tepat sasaran) diberikan reward (insentif) di tahun anggaran berikutnya, seperti kemudahan revisi anggaran atau tambahan alokasi dana non-priority.
9. Audit Kapabilitas Anggaran
Kebijakan: Melakukan audit khusus terhadap kapabilitas manajerial dan administrasi K/L, terutama BGN, untuk mengidentifikasi apakah masalah serapan berasal dari kurangnya SDM, sistem yang tidak memadai, atau kesulitan operasional di daerah. Hasil audit ini akan menjadi dasar bagi usulan reformasi kelembagaan.
Jika Anda ingin berlangganan Database Saham Daily dan mendapatkan Info Saham Terkini, klik link di bawah ini:
No HP Admin Sahamdaily : 085737186163. Website: www.sahamdaily.com
Disclaimer On: Tulisan ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham tertentu. Keputusan Investasi/Trading sepenuhnya ada di tangan pembaca. Sahamdaily tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari Keputusan Investasi/Trading yang dilakukan oleh Pembaca.