Undang-Undang (UU) yang mengatur terkait Partai Politik:
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011
dalam UU tersebut telah mengatur soal keuangan Partai Politik (Parpol) yaitu terkait Sumber keuangan partai politik (negara, iuran/sumbangan internal dan sumbangan pihak ketiga -individu dan perusahaan) dan diatur juga adanya kewajiban pelaporan dan audit keuangan partai politik secara periodik (tahunan), audit keuangan ini diatur di UU No 2/2011.
Sumber Keuangan Partai Politik:
UU No 2/1999 diatur terkait iuran anggota, sumbangan dan usaha lain yang sah
UU No 31/2002 diatur terkait iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum dan bantuan dari anggaran negara
UU No 2/ 2008 dan UU No 2/2011 diatur terkait iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum dan bantuan keuangan dari APBN/APBD.
Sumber Dana keuangan partai politik ini bisa dibagi menjadi lima sumber:
- Iuran Anggota: setiap anggota partai wajib membayar iuran rutin, biasanya iuran ini diatur dalam Anggaran Dasar Partai
- Penerimaan Anggota Baru: beberapa parpol menetapkan biaya saat menerima anggota baru
- Sumbangan: dapat berasal dari Perorangan maupun badan/organisasi dengan batasan tertentu, misalnya Perorangan maksimal Rp 1 miliar dan dari Organisasi maksimal Rp 7,5 miliar
- Sumbangan Barang: bisa berupa kendaraan, alat cetak, iklan di media massa
- Dana Pemerintah: baik melalui APBN maupun APBD
Kewajiban Pelaporan Keuangan Partai Politik:
UU No 2/1999 Memelihara daftar penyumbang dan jumlahnya, diaudit Akuntan Publik, disampaikan kepada Mahkamah Agung
UU No 31/2002 Membuat pembukuan, memelihara daftar dan jumlah penyumbang, terbuka kepada publik dan pemerintah, serta diaudit setiap tahun oleh Akuntan Publik dan dilaporkan kepada KPU
UU No 2/2008 dan UU No 2/ 2011 Membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan jumlah sumbangan yang diterima, terbuka kepada publik, serta diaudit oleh Akuntan Publik setiap tahun.
Perubahan Pembatasan Sumber Keuangan Partai Politik:
UU No 2/1999
Anggota Parpol: Tidak ada pembatasan
Perseorangan Bukan Anggota Parpol: Rp 15 juta per tahun
Badan Usaha: Rp 150 juta per tahun
Bantuan Keuangan Negara: Berdasarkan Perolehan Suara
UU No. 31/2002
Anggota Parpol: Tidak ada pembatasan
Perseorangan Bukan Anggota Parpol: Rp 200 juta per tahun
Badan Usaha: Rp 800 juta per tahun
Bantuan Keuangan Negara: Berdasarkan Perolehan Kursi
UU No 2/ 2008
Anggota Parpol: Tidak ada pembatasan
Perseorangan Bukan Anggota Parpol: Rp 1 Miliar per tahun
Badan Usaha: Rp 4 Miliar per tahun
Bantuan Keuangan Negara: Berdasarkan Perolehan Suara bagi Partai Politik yang memiliki kursi di Parlemen (DPR dan DPRD).
UU No 2/ 2011
Anggota Parpol: Tidak ada pembatasan
Perseorangan Bukan Anggota Parpol: Rp 1 Miliar per tahun
Badan Usaha: Rp 7,5 Miliar per tahun
Bantuan Keuangan Negara: Berdasarkan Perolehan Suara bagi Partai Politik yang memiliki kursi di Parlemen (DPR dan DPRD). Adapun jumlah bantuan yang diberikan dihitung berdasarkan jumlah perolehan suara dalam pemilu sebelumnya.
UU No 2/2011 bantuan yang bersumber dari negara diprioritaskan untuk pendidikan politik bagi anggota partai politik dan masyarakat, membiayai aktivitas partai politik lainnya seperti operasional/ kesekretariatan.
UU No 2/2011 pasal 39 Parpol diwajibkan membuat Laporan Keuangan meliputi laporan realisasi anggaran, laporan neraca dan laporan arus kas. Laporan tersebut wajib diaudit oleh Akuntan Publik dan diumumkan secara periodik. UU memisahkan mekanisme pertanggungjawaban keuangan yang bersumber dari keuangan negara dengan sumber keuangan yang bersuber dari keuangan negara dengan sumber keuangan yang bersumber dari anggota partai politik (iuran/sumbangan) dan pihak ketiga (individu non-anggota dan badan hukum).
Setiap Parpol wajib membuat laporan pertanggungjawaban kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk diaudit. Laporan dan audit ini memiliki implikasi sanksi administratif kepada parpol yaitu penghentian bantuan sampai laporan diterima oleh Pemerintah.
Bantuan Keuangan Negara bagi Parpol yang memperoleh kursi di DPR dan DPRD, berdasarkan Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2018:
DPR RI
Nilai Suara: Rp 1.000 per suara
Peningkatan Bantuan: Dapat dinaikkan
DPRD Provinsi
Nilai Suara: Rp 1.200 per suara
Peningkatan Bantuan: Dapat dinaikkan
DPRD Kabupaten/ Kota
Nilai Suara: Rp 1.500 per suara
Peningkatan Bantuan: Dapat dinaikkan
Dalam masa/ periode Pemilu, terdapat bantuan tidak langsung yang bersumber dari keuangan negara kepada parpol. Hal ini sesuai denagn UU No 7/2017 tentang Pemilu, bantuan tersebut diberikan kepada seluruh peserta Pemilu dalam bentuk pengadaan Iklan dan Alat Peraga Kampanye.
Bentuk pendanaan politik melalui Crowd Funding, misalnya pada Pilpres 2014, Kubu Jokowi- Jusuf Kalla menggalang sumbangan individual dari Ribuan Simpatisan. Pada Pilpres 2019, Prabowo Subianto juga menggalang dana publik dari pendukung.
Rincian Parpol yang menerima bantuan keuangan sesuai dengan Kepmendagri No.900.1.9-146 Tahun 2023:
PDIP = Rp 1.000 x 27.053.961 suara sah = Rp 27,05 miliar
Gerindra = Rp 1.000 x 17.594.839 suara sah = Rp 17,59 miliar
Golkar = Rp 1.000 x 17.229.789 suara sah = Rp 17,23 miliar
PKB = Rp 1.000 x 13.570.097 suara sah = Rp 13,57 miliar
Nasdem = Rp 1.000 x 12.661.792 suara sah = Rp 12,66 miliar
PKS = Rp 1.000 x 11.493.663 suara sah = Rp 11,49 miliar
Demokrat = Rp 1.000 x 10.876.507 suara sah = Rp 10,88 miliar
PAN = Rp 1.000 x 9.572.623 suara sah = Rp 9,57 miliar
PPP = Rp 1.000 x Rp 6.323.147 suara sah = Rp 6,32 miliar
Total Rp 1.000 x Rp 126.376.418 suara sah = Rp 126,38 miliar
Hasil Pemilu Legislatif tahun 2024:
PDIP = Rp 1.000 x 25.387.279 suara sah = Rp 25,38 miliar
Golkar = Rp 1.000 x 23.208.654 suara sah = Rp 23,20 miliar
Gerindra = Rp 1.000 x 20.071.708 suara sah = Rp 20,07 miliar
PKB = Rp 1.000 x 16.115.655 suara sah = Rp 16,11 miliar
Nasdem = Rp 1.000 x 14.660.516 suara sah = Rp 14,66 miliar
PKS = Rp 1.000 x 12.781.353 suara sah = Rp 12,78 miliar
Demokrat = Rp 1.000 x 11.283.160 suara sah = Rp 11,28 miliar
PAN = Rp 1.000 x 10.984.003 suara sah = Rp 10,98 miliar
Parpol dilarang mendirikan Badan Usaha dan/ atau memiliki saham suatu badan usaha (pasal 40 ayat 4 UU No 2/2008). Sanksi Administrasi berupa pembekuan sementara kepengurusan Parpol yang bersangkutan sesuai dengan tingkatannya oleh Pengadilan Negeri serta Aset dan Sahamnya disita untuk Negara (Pasal 48 ayat 6 UU No 2/2008).
Apakah mungkin Parpol menjadi PT Tbk, atau mungkin konsep Koperasi yang kepemilikannya dimiliki 100% anggotanya dapat diterapkan di Indonesia? atau parpol yang mengambil konsep Tbk dimana anggota partai memiliki partisipasi yang besar termasuk pemilihan Ketua Umum Parpol dimana anggota Parpol berhak memilih Ketua Umumnya (one man, one vote). Konsep ini belum pernah diterapkan di Indonesia. Konsep ini sudah diterapkan di Spanyol (Partai Podemos), Itali (Partai Five Star Movement) di Jerman (Partai Pirate).
Yang harus digarisbawahi Parpol itu Bukan Perusahaan.
Atau akankah dipakai konsep BUMP (Badan Usaha Milik Partai) yang berfungsi dalam hal membiayai kegiatan Parpol? Ketika BUMP sudah dalam tahap Mapan bisa diprivatisasi agar bisa langsung diawasi Publik dengan cara BUMP Go Publik? sahamnya juga dimiliki oleh Kader Partai. Contoh Itali dan Taiwan dimana Parpol diizinkan mendirikan BUMP.