Bank Sentral China masih borong Emas

Seiring dengan ketidakpastian ekonomi global dan upaya diversifikasi aset dari dolar AS, bank sentral di berbagai negara mencatat rekor pembelian emas yang signifikan sepanjang tahun 2024 hingga akhir 2025.
​Berdasarkan data terbaru dari World Gold Council (WGC), berikut detail negara-negara yang paling agresif memborong emas:
​1. Polandia (Bank Nasional Polandia – NBP)
​Polandia menjadi kejutan besar dengan menggeser posisi Tiongkok sebagai pembeli paling agresif di tahun 2024 dan berlanjut hingga akhir 2025. NBP menambah sekitar 89,5 ton emas pada 2024 dan terus menambah puluhan ton pada 2025. Hal ini dilakukan sebagai strategi nasional untuk memperkuat kedaulatan ekonomi dan stabilitas mata uang di tengah ketegangan geopolitik di Eropa Timur.
​2. Tiongkok (People’s Bank of China – PBoC)
​Meskipun sempat melakukan jeda pembelian (absen) di beberapa bulan pada pertengahan 2024, Tiongkok tetap menjadi akumulator emas terbesar dalam jangka panjang. Total cadangan emasnya kini menembus angka 2.300 ton. Pada Q4 2024 dan sepanjang 2025, Tiongkok terus menambah cadangan dalam volume kecil namun konsisten (rata-rata 1–5 ton per bulan). Hal ini dilakukan Tiongkok untuk mengurangi ketergantungan pada cadangan devisa berbasis dolar AS (dedollarization) dan mendukung internasionalisasi mata uang Yuan.
​3. India (Reserve Bank of India – RBI)
​India secara konsisten menambah cadangan emasnya hampir setiap bulan sepanjang 2024 dan 2025. India menambah lebih dari 27 ton pada semester pertama 2024. Total cadangan emas India kini mendekati 880 ton.
Hal ini dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupee dan memitigasi risiko inflasi global.
​4. Turki (Central Bank of the Republic of Türkiye – CBRT)
​Turki seringkali berganti peran antara pembeli dan penjual, namun di tahun 2024 dan 2025, mereka kembali ke tren akumulasi yang kuat. Turki menambah sekitar 38 ton di awal 2024. Hingga September 2025, cadangan emasnya mencapai kisaran 641 ton. Hal ini dilakukan sebagai lindung nilai (hedge) terhadap depresiasi mata uang Lira yang sangat fluktuatif.
​5. Kazakhstan & Uzbekistan
​Kedua negara di Asia Tengah ini merupakan pembeli rutin yang menggunakan produksi emas domestik mereka untuk memperkuat cadangan nasional. Kazakhstan menambah 7,7 ton pada Agustus 2025 saja sedangkan Uzbekistan menambah 10 ton pada November 2025 untuk menyeimbangkan portofolio cadangannya.

Secara umum, bank-bank sentral ini bergerak karena tiga alasan utama: Keamanan (aset aman saat perang/konflik), Likuiditas (mudah dijual kapan saja), dan Imbal Hasil (harga emas yang terus mencetak rekor baru hingga menembus level psikologis penting di tahun 2025).

Hingga akhir tahun 2025, Tiongkok (melalui bank sentralnya, People’s Bank of China atau PBoC) masih menjadi pemain paling dominan dalam akumulasi emas global. Meskipun terkadang mereka melakukan jeda pelaporan bulanan untuk meredam spekulasi harga, strategi jangka panjang mereka tidak berubah.
​Berikut alasan mengapa Tiongkok terus “haus” akan emas:
​1. Strategi Dedolarisasi (Mengurangi Ketergantungan Dolar AS)
​Ini adalah alasan paling fundamental. Tiongkok ingin mengurangi ketergantungan cadangan devisanya pada dolar AS.
Belajar dari pembekuan aset Rusia oleh Barat, Tiongkok sadar bahwa cadangan dalam bentuk dolar atau obligasi AS bisa “disandera” jika terjadi konflik geopolitik (misalnya terkait isu Taiwan). Emas adalah aset fisik yang tidak bisa dibekukan secara digital oleh negara mana pun.
Penjualan Obligasi AS: Sepanjang 2024-2025, Tiongkok secara agresif menjual kepemilikan surat utang pemerintah AS (US Treasuries) ke level terendah sejak 2009, lalu memindahkan dana tersebut ke emas.
​2. Internasionalisasi Mata Uang Yuan (Renminbi)
​Tiongkok berambisi menjadikan Yuan sebagai mata uang cadangan dunia yang setara dengan Dolar. Untuk meyakinkan negara lain agar mau memegang Yuan, Tiongkok perlu menunjukkan bahwa mata uangnya didukung oleh cadangan aset keras (hard assets) yang kuat. Cadangan emas yang besar memberikan “jangkar” kepercayaan bagi investor global terhadap stabilitas Yuan.
​Sistem Pembayaran Alternatif: Bersama blok BRICS+, Tiongkok sedang membangun sistem pembayaran yang tidak melewati jalur perbankan Barat (SWIFT), di mana emas diproyeksikan berperan sebagai alat penjamin nilai dalam perdagangan antar-negara.
​3. Lindung Nilai terhadap Inflasi dan Deflasi Global
​Emas berfungsi sebagai asuransi terhadap kekacauan moneter.
​Inflasi AS: Ketika Amerika Serikat terus mencetak uang atau mengalami defisit anggaran yang membengkak, nilai riil dolar menurun. Tiongkok membeli emas untuk melindungi daya beli cadangan devisanya agar tidak tergerus oleh inflasi di AS.
​Kondisi Ekonomi Domestik: Di tengah melambatnya sektor properti di dalam negeri Tiongkok pada 2025, emas menjadi aset paling aman bagi pemerintah untuk menjaga kekayaan nasionalnya tetap stabil.
​4. Optimalisasi Produksi Dalam Negeri
​Tiongkok adalah produsen emas terbesar di dunia. Daripada mengekspor seluruh hasil tambangnya, PBoC sering kali menyerap produksi emas domestik langsung ke dalam cadangan negara. Ini memungkinkan mereka menambah cadangan tanpa terlalu banyak mengandalkan pasar internasional yang harganya sering kali sudah melonjak tinggi.

Strategi Tiongkok dalam mengakumulasi emas memiliki efek domino yang sangat terasa pada harga emas di Indonesia, khususnya emas Antam. Hingga Desember 2025, korelasi ini semakin kuat karena beberapa alasan teknis dan psikologis pasar.
​Berikut rincian dampaknya terhadap harga emas lokal (Antam):
​1. Pendorong Utama “Lantai” Harga (Price Support)
​Setiap kali bank sentral Tiongkok (PBoC) mengumumkan pembelian emas dalam jumlah besar, harga emas dunia (XAU/USD) cenderung naik atau setidaknya terjaga dari penurunan tajam.
​Efek ke Antam: Karena harga Antam 90% mengacu pada harga emas spot global, aksi beli Tiongkok ini menciptakan “lantai harga” baru. Per Desember 2025, harga emas dunia telah menembus angka di atas USD 4.400 per troy ons, yang membuat harga emas Antam melonjak hingga kisaran Rp 2,5 juta – Rp 2,7 juta per gram.
​2. Memperlebar Selisih (Spread) Akibat Geopolitik
​Strategi emas Tiongkok sering kali berkaitan dengan tensi perdagangan (seperti perang tarif dengan AS di tahun 2025).
​Sentimen Safe Haven: Saat Tiongkok memborong emas sebagai antisipasi sanksi atau konflik ekonomi, investor di Indonesia ikut panik (FOMO) dan berbondong-bondong membeli emas fisik.
​Dampak: Tingginya permintaan domestik di Indonesia sering kali membuat spread (selisih harga beli dan harga buyback) emas Antam menjadi lebih lebar karena biaya impor dan ketersediaan stok fisik yang terbatas.
​3. Pelemahan Rupiah vs Dolar AS
​Tiongkok membeli emas untuk membuang dolar (dedollarization). Jika aksi ini membuat dolar AS goyah namun di saat yang sama terjadi ketidakpastian global, Rupiah bisa ikut melemah terhadap dolar.
​Double Impact: Harga emas Antam dihitung dengan rumus: (Harga Emas Dunia x Kurs USD/IDR).
​Jika strategi Tiongkok menaikkan harga emas dunia dan di saat yang sama Rupiah melemah (misal ke level Rp 16.800/USD), maka harga emas Antam akan naik dua kali lipat lebih cepat dibandingkan kenaikan harga emas dunia itu sendiri.

​Perbandingan Harga Emas Antam (2024 vs Akhir 2025)

Periode Harga Emas Dunia :

Januari 2024 => USD 2.050 /oz, Kurs USD/IDR (est.) Rp 15.500 => Harga Emas Antam (per gram) Rp 1.120.000

Desember 2025=>  USD 4.489 /oz, Kurs USD/IDR (est.) Rp 16.800 => Harga Emas Antam (per gram) Rp 2.561.000

Strategi Tiongkok telah mengubah emas dari aset “penjaga nilai” yang lambat menjadi aset dengan pertumbuhan agresif di tahun 2025. Bagi Anda pemegang emas Antam di Indonesia, aksi Tiongkok ini adalah “berkah” yang meningkatkan nilai aset Anda secara signifikan dalam waktu singkat. Namun, perlu diingat bahwa jika Tiongkok tiba-tiba menghentikan pembelian (seperti yang sesekali mereka lakukan untuk mendinginkan pasar), harga emas Antam bisa mengalami koreksi mendadak.

Berdasarkan tren akumulasi bank sentral (khususnya Tiongkok dan Polandia) serta kondisi ekonomi global per Desember 2025, mari kita bedah proyeksi keuntungan jika Anda masuk ke pasar emas hari ini.
​Asumsi Dasar Proyeksi (Desember 2025 – Desember 2026)
​Untuk menghitung ROI (Return on Investment), kita menggunakan parameter estimasi berikut:
​Harga Beli Hari Ini (Desember 2025): Estimasi Rp 2.560.000 per gram.
​Target Harga Akhir 2026: Diproyeksikan mencapai USD 5.200/oz (asumsi inflasi AS tetap tinggi dan tensi geopolitik berlanjut).
​Kurs Rupiah: Estimasi stabil di kisaran Rp 16.500 – Rp 17.000/USD.
​Spread Antam: Kita asumsikan biaya buyback (potongan harga saat jual kembali) sebesar 10%.

​Perhitungan Potensi ROI (Investasi 100 Gram)
​Jika Anda membeli emas Antam sebanyak 100 gram hari ini:
​1. Modal Awal (Desember 2025)
​Total Investasi: 100 gram x Rp 2.560.000 =Rp 256.000.000
​2. Estimasi Harga Jual (Desember 2026)
​Dengan kenaikan harga emas dunia ke USD 5.200/oz dan kurs Rp 16.800, maka harga emas fisik di Indonesia diprediksi mencapai sekitar Rp 3.000.000/gram.
​Harga Jual Kotor: 100 gram  x  Rp 3.000.000 = Rp 300.000.000
​Harga Buyback (Potong 10%): Rp 300.000.000 – Rp 30.000.000 = Rp 270.000.000
​3. Analisis Keuntungan Bersih
​Profit Nominal: Rp 270.000.000 – R  p256.000.000 = Rp 14.000.000
​Persentase ROI: +5,47% (Bersih)

​Analisis Strategis: Kenapa ROI-nya “Hanya” 5%?
​Anda mungkin bertanya, “Kenapa kenaikan harga emas dunia besar, tapi keuntungan bersih saya hanya 5%?”
​Hambatan Spread: Di Indonesia, selisih harga beli dan harga jual kembali (buyback) cukup tinggi. Jika Anda menjual emas dalam waktu kurang dari satu tahun, sebagian besar keuntungan Anda habis “dimakan” oleh spread tersebut.
​Efek Jangka Panjang: Emas baru akan menunjukkan taringnya (ROI di atas 15-20%) jika disimpan di atas 3-5 tahun.
​Keamanan vs Keuntungan: ROI 5% dalam kondisi ekonomi tidak stabil (High Inflation) jauh lebih berharga daripada bunga deposito 5% karena emas melindungi daya beli Anda secara fisik.

​Jika tujuan Anda adalah mengejar keuntungan (bukan sekadar simpanan fisik), ada dua alternatif di tahun 2025 ini:
​Emas Digital: Membeli melalui aplikasi resmi (seperti Pegadaian Digital atau Treasury). Spread-nya jauh lebih rendah (sekitar 3-4%), sehingga ROI bersih Anda di akhir 2026 bisa melompat menjadi 11-12%.
​Strategi Cicil (Dollar Cost Averaging): Mengingat harga emas sudah sangat tinggi di akhir 2025, jangan langsung habiskan modal. Masuklah secara bertahap setiap bulan untuk mendapatkan harga rata-rata yang lebih aman.

Disclaimer On: Tulisan ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham tertentu. Keputusan Investasi/Trading sepenuhnya ada di tangan pembaca. Saham Daily tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari Keputusan Investasi/Trading yang dilakukan oleh Pembaca.

Jika Anda ingin berlangganan Database Saham Daily dan mendapatkan Info Saham Terkini, klik link di bawah ini:

Langganan Database Sahamdaily & Info Saham Terkini

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *