Langkah strategis PT Techno9 Indonesia Tbk (NINE) dalam mengamankan hak opsi akuisisi tambang di Mongolia senilai USD 150 juta (sekitar Rp 2,5 triliun) merupakan bagian dari transformasi besar perusahaan di bawah kendali investor baru.
Berikut penjelasan detail mengenai aksi korporasi tersebut:
1. Mekanisme Hak Opsi (Option to Purchase)
NINE telah menandatangani perjanjian opsi pembelian aset pertambangan milik Poh Golden Ger Resources Pte Ltd pada 28 Desember 2025.
Hak Eksklusif: NINE memiliki hak (namun bukan kewajiban) untuk mengeksekusi pembelian aset tersebut dalam jangka waktu 9 bulan.
Nilai Indikatif: Angka Rp 2,5 triliun masih bersifat indikatif. Harga final akan ditentukan berdasarkan rata-rata penilaian dari dua penilai independen (satu dari Indonesia dan satu dari Australia).
2. Detail Aset di Mongolia
Aset yang menjadi objek akuisisi adalah dua konsesi pertambangan yang berlokasi di Mongolia. Meskipun manajemen belum merinci secara spesifik dalam keterbukaan informasi terbaru, profil Grup Poh sebagai pengendali baru NINE sangat erat dengan komoditas batu bara. Salah satu aset yang pernah disebut sebelumnya adalah tambang batu bara Nuurst seluas 2.497 hektare yang terletak dekat dengan ibu kota Mongolia, Ulan Bator.
3. Latar Belakang: Diversifikasi dan Pengendali Baru
Aksi ini didorong oleh perubahan pengendali perusahaan. Poh Holdings Ltd (Grup Poh) resmi menjadi pengendali NINE setelah mengakuisisi 35,85% saham perusahaan. NINE yang awalnya bergerak di bidang perdagangan komputer dan perangkat lunak, kini melakukan diversifikasi besar-besaran ke sektor energi dan pertambangan. Selain di Mongolia, NINE juga berencana mengonsolidasikan aset tambang di Indonesia (Sumatera dan Kalimantan) serta Kamboja di bawah anak usahanya, Poh Resources.
4. Dampak dan Tantangan

Perbandingan Nilai (Visualisasi)
Nilai akuisisi Rp 2,5 triliun ini sangat kontras jika dibandingkan dengan pendapatan historis NINE yang sebelumnya berada di kisaran puluhan miliar rupiah per tahun. Ini menandakan bahwa NINE diduga mungkin sedang melakukan “backdoor listing” terselubung atau pengisian aset (asset injection) oleh pengendali baru.
Untuk membiayai akuisisi senilai Rp 2,5 triliun, PT Techno9 Indonesia Tbk (NINE) hampir dipastikan tidak bisa mengandalkan arus kas internal atau pinjaman bank konvensional, mengingat skala bisnis IT mereka sebelumnya yang relatif kecil. Skema yang paling rasional dan umum dilakukan dalam kondisi ini adalah PMHMETD (Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu) atau yang populer disebut sebagai Rights Issue.
Berikut penjelasan skema pendanaan yang kemungkinan besar akan ditempuh:
1. Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (Rights Issue)
NINE akan menerbitkan saham baru dalam jumlah besar untuk menyerap dana dari pasar.
Target Dana: Setidaknya Rp2,5 triliun plus modal kerja operasional tambang.
Pembeli Siaga (Standby Buyer): Kemungkinan besar Poh Holdings Ltd (pengendali baru) akan bertindak sebagai pembeli siaga. Jika pemegang saham publik tidak mengambil haknya, Poh Holdings akan menyerap sisa saham tersebut.
Inbreng (Setoran Modal Non-Tunai): Ada kemungkinan Poh Holdings tidak menyetor uang tunai, melainkan menyerahkan aset tambangnya di Mongolia sebagai pengganti pembayaran saham baru (inbreng). Dengan cara ini, aset tambang resmi berpindah ke bawah bendera NINE.
2. Efek Dilusi bagi Pemegang Saham Publik
Karena nilai akuisisi (Rp 2,5 triliun) jauh melampaui kapitalisasi pasar NINE saat ini, maka jumlah saham baru yang diterbitkan akan sangat banyak. Jika investor lama tidak ikut menebus rights mereka, persentase kepemilikan mereka akan terdilusi secara drastis. Hal ini sering terjadi pada emiten yang melakukan pivot bisnis secara total dari satu sektor ke sektor lainnya.
3. Private Placement (Non-HMETD)
Selain Rights Issue, perusahaan bisa melakukan Private Placement maksimal 10% dari modal disetor untuk mendapatkan dana segar dari investor strategis atau institusi tanpa melalui penawaran umum kepada semua pemegang saham. Namun, untuk angka Rp 2,5 triliun, skema ini biasanya hanya menjadi pendukung, bukan sumber utama.
4. Pinjaman Sindikasi atau Obligasi
Setelah aset tambang resmi dimiliki oleh NINE, aset tersebut bisa dijadikan jaminan (collateral) untuk mendapatkan:
Pinjaman Sindikasi: Dari bank internasional yang terbiasa membiayai sektor pertambangan di Mongolia.
Green Bonds atau High Yield Bonds: Mengingat komoditas energi sedang diminati, NINE bisa menerbitkan surat utang untuk membiayai fase produksi tambang tersebut.
Jadwal dan Prosedur yang Harus Dilalui
Mengingat ini adalah Transaksi Material (nilainya lebih dari 50% ekuitas perusahaan) dan kemungkinan merupakan Transaksi Afiliasi, NINE harus melewati tahapan berikut:
RUPSLB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa): Meminta persetujuan pemegang saham independen.
Penilaian Independen (KJPP): Memastikan harga akuisisi Rp 2,5 triliun adalah harga yang wajar dan tidak merugikan pemegang saham minoritas.
Pernyataan Efektif OJK: Menunggu lampu hijau dari regulator sebelum memulai proses Rights Issue.
Kesimpulan Strategis
Langkah NINE ini adalah upaya “mengubah kendaraan”. Perusahaan IT yang kecil digunakan oleh Grup Poh sebagai cangkang (shell) untuk membawa aset tambang mereka melantai di bursa (Go Public). Ini adalah strategi cepat bagi perusahaan tambang besar untuk masuk ke pasar modal tanpa melalui proses IPO dari nol.
Ownership
Struktur pemilik PT Techno9 Indonesia Tbk (NINE) telah mengalami perubahan besar pada tahun 2025 melalui proses pengambilalihan (akuisisi) oleh investor asing.
Berikut detail pemilik dan pengendali terbaru NINE per Desember 2025:
1. Pemegang Saham Pengendali Baru
Pengendali utama NINE saat ini adalah Poh Holdings Pte. Ltd. (bagian dari Poh Group), sebuah entitas investasi asal Singapura.
Porsi Kepemilikan: Sebesar 35,85% (sekitar 773,35 juta lembar saham) setelah merampungkan akuisisi dari pemegang saham lama pada September 2025.
Rencana Tender Offer: Sebagai pengendali baru, Poh Holdings dijadwalkan melakukan Penawaran Tender Wajib (Mandatory Tender Offer) untuk menyerap saham publik dengan harga penawaran di kisaran Rp 131 per saham.
2. Sosok di Balik Poh Group: Mr. Poh Kay Ping
Tokoh sentral di balik akuisisi ini adalah Mr. Poh Kay Ping. Beliau adalah pengusaha sukses asal Singapura yang memiliki spesialisasi di sektor pertambangan energi, khususnya batu bara di Mongolia dan Asia Tenggara. Selain mengendalikan Poh Holdings, ia juga merupakan CEO dari Tian Poh Resources Ltd, perusahaan tambang yang terdaftar di bursa Australia (ASX). Kehadirannya di NINE bertujuan untuk menjadikan emiten ini sebagai kendaraan (shell company) untuk aset-aset tambang global miliknya.
3. Pemegang Saham Lainnya (Eks Pengendali)
Pemilik lama NINE masih memiliki porsi saham, namun statusnya bukan lagi sebagai pengendali utama:
Heddy Kandou: Mantan pengendali utama yang secara bertahap melepas kepemilikannya kepada Poh Group. Per 30 November 2025, porsinya tersisa sekitar 4,35%.
Djoni: Memegang sekitar 5,1%.
Masyarakat (Publik): Memegang porsi mayoritas 54,17%, yang nantinya akan menjadi objek dari tender offer oleh Poh Group.
4. Manajemen Kunci
Seiring masuknya pemilik baru, susunan manajemen juga diperkuat untuk mendukung transisi ke sektor tambang:
Noprian Fadli: Menjabat sebagai Komisaris Utama. Beliau merupakan sosok yang aktif mengawal proses backdoor listing dan transformasi bisnis NINE.
Nuzwan Gufron: Menjabat sebagai Direktur Utama.
Kesimpulan Strategis
Masuknya Poh Kay Ping melalui Poh Holdings menandai berakhirnya era NINE sebagai perusahaan IT murni. Kini, NINE sepenuhnya dikendalikan oleh grup internasional yang fokus pada komoditas energi, yang menjelaskan mengapa perusahaan langsung mengamankan hak opsi akuisisi tambang di Mongolia senilai Rp 2,5 triliun tersebut.
Sekilas tentang Poh Group
Poh Group adalah konglomerat investasi asal Singapura yang memiliki spesialisasi kuat di sektor energi, pertambangan, dan infrastruktur. Di bawah kepemimpinan Poh Kay Ping, grup ini dikenal sebagai pemain “lintas batas” yang ahli dalam mengakuisisi aset sumber daya alam di pasar berkembang (emerging markets).
Berikut profil mendalam mengenai Poh Group dan aset tambang yang kini menjadi bagian dari rencana masa depan emiten NINE:
1. Sosok Utama: Poh Kay Ping
Poh Kay Ping adalah figur kunci yang memiliki reputasi di bursa saham Australia (ASX) dan Singapura (SGX). Ia dikenal karena kemampuannya mengambil aset tambang yang belum dikembangkan (greenfield) dan membawanya ke tahap produksi melalui pendanaan pasar modal. Melalui Tian Poh Resources Ltd (perusahaan yang terdaftar di Australia), ia telah lama mengelola proyek-proyek besar di Asia Tengah.
2. Portofolio Aset Tambang di Mongolia (Objek Akuisisi NINE)
Aset di Mongolia merupakan “permata mahkota” dari Poh Group yang kini sedang diproses untuk masuk ke dalam NINE.
Proyek Nuurst (Batu Bara): Terletak di Provinsi Selenge, Mongolia Utara, sangat dekat dengan jalur kereta api trans-Mongolia yang menghubungkan Rusia dan Tiongkok. Memiliki cadangan batu bara termal (thermal coal) yang sangat besar (estimasi mencapai ratusan juta ton).
Status: Sudah memiliki izin penambangan jangka panjang (30 tahun) dan siap untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di mulut tambang.
Proyek Khangai & Huite:
Fokus pada komoditas tembaga dan emas. Mongolia dikenal memiliki deposit tembaga-emas kelas dunia (seperti Oyu Tolgoi), dan Poh Group memiliki beberapa konsesi eksplorasi di jalur geologi yang serupa.
3. Aset Tambang di Indonesia dan Kamboja
Selain Mongolia, Poh Group melalui entitas Poh Resources (yang juga direncanakan masuk ke NINE) memiliki aset di:
Indonesia: Memiliki konsesi batu bara di Kalimantan Tengah dan Sumatera Selatan. Strategi mereka adalah mengonsolidasikan tambang-tambang lokal yang memiliki logistik efisien.
Kamboja: Terlibat dalam eksplorasi mineral logam. Poh Group merupakan salah satu dari sedikit perusahaan asing yang memiliki izin eksplorasi resmi di wilayah yang relatif belum terjamah ini.
4. Strategi Bisnis: Dari IT ke “Energy Powerhouse“
Masuknya aset-aset di atas ke dalam NINE menunjukkan pola Injeksi Aset (Asset Injection):
Tahap 1: Mengambil alih cangkang perusahaan publik (NINE).
Tahap 2: Melakukan Rights Issue atau Inbreng untuk memasukkan aset tambang global ke dalam neraca perusahaan.
Tahap 3: Mengubah profil perusahaan dari sektor IT (bermargin kecil) menjadi perusahaan energi dengan valuasi triliunan rupiah.
Ringkasan Kekuatan Poh Group

Risiko yang Perlu Diperhatikan:
Meskipun asetnya bernilai triliunan, operasional pertambangan di Mongolia sangat bergantung pada kebijakan pemerintah setempat dan hubungan diplomatik antara Mongolia, Tiongkok, dan Rusia.
Disclaimer On: Tulisan ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham tertentu. Keputusan Investasi/Trading sepenuhnya ada di tangan pembaca. Saham Daily tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari Keputusan Investasi/Trading yang dilakukan oleh Pembaca.
Jika Anda ingin berlangganan Database Saham Daily dan mendapatkan Info Saham Terkini, klik link di bawah ini: