Ambisi Korea Selatan untuk masuk ke dalam indeks MSCI Developed Markets (Pasar Negara Maju) adalah misi ekonomi nasional yang sudah diperjuangkan selama hampir dua dekade. Saat ini, Korea Selatan berada dalam posisi unik: secara ekonomi dan teknologi mereka sudah sangat maju, namun di mata MSCI, pasar modal mereka masih dianggap sebagai “Pasar Berkembang” (Emerging Markets).
Wakil Menteri Keuangan Korea Selatan, Choi Sang-dae di Kementerian Ekonomi dan Keuangan Korsel) menunjukkan ambisi besar negara tersebut untuk naik kelas dari status Pasar Negara Berkembang (Emerging Markets) menjadi Pasar Negara Maju (Developed Markets) dalam indeks MSCI.
Berikut bedah mendalam mengenai ambisi tersebut:
1. Mengapa Status MSCI Sangat Penting?
Indeks MSCI digunakan sebagai acuan (benchmark) oleh manajer investasi global yang mengelola dana ribuan triliun dolar.
Aliran Dana Raksasa: Masuk ke kategori Developed Markets diperkirakan akan memicu aliran modal masuk (inflow) tambahan sebesar USD 15 miliar hingga USD 40 miliar ke bursa saham Korea (KOSPI).
Stabilitas Pasar: Investor di pasar negara maju cenderung lebih berorientasi jangka panjang dibandingkan investor di pasar berkembang yang lebih spekulatif.
Menghapus “Korea Discount“: Istilah ini merujuk pada fenomena di mana saham perusahaan Korea (seperti Samsung atau Hyundai) dihargai lebih murah (P/E ratio rendah) dibandingkan pesaing globalnya karena masalah tata kelola dan hambatan akses pasar.
2. Hambatan Utama yang Sedang Dibereskan
MSCI selama ini menolak kenaikan status Korea Selatan karena tiga alasan teknis utama yang kini sedang dijawab melalui Peta Jalan Ekonomi 2026:
Pasar Valuta Asing (Won): MSCI mengeluhkan Won tidak bisa diperdagangkan secara bebas di luar negeri selama 24 jam.
Solusi 2026: Pemerintah Korea telah memperpanjang jam perdagangan Won hingga pukul 02.00 dini hari dan mengizinkan lembaga asing berpartisipasi tanpa cabang fisik.
Aksesibilitas Investor Asing: Kewajiban mendaftarkan “ID Investor” sebelum bertransaksi dianggap menyulitkan.
Solusi 2026: Aturan ini telah dihapus untuk mempermudah investor institusi global masuk ke pasar lokal.
Ketersediaan Data Real-time: MSCI meminta akses data pasar saham Korea secara real-time untuk pengembangan produk derivatif di luar negeri. Pemerintah Korea mulai melonggarkan aturan ini dengan tetap memperhatikan kedaulatan data.
3. Dampak Jika Korea Selatan “Naik Kelas”
Jika Korea Selatan berhasil masuk ke indeks negara maju pada tinjauan MSCI tahun 2026:
Bagi Korea Selatan: Harga saham perusahaan besar mereka akan terangkat (re-rating) karena permintaan dari dana indeks (ETF) negara maju.
Bagi Pasar Negara Berkembang (Termasuk Indonesia): * Korea Selatan saat ini memiliki bobot yang sangat besar (sekitar 12-13%) di indeks MSCI Emerging Markets. Jika Korea keluar dari kategori ini, maka bobot negara lain seperti Indonesia, India, dan Brasil akan meningkat secara otomatis. Ini berarti manajer investasi yang memegang portofolio Emerging Markets harus membeli lebih banyak saham Indonesia untuk menyesuaikan dengan bobot baru.
4. Linimasa Strategis (Update 30 Desember 2025)
Pernyataan Wakil Menteri Lee mengonfirmasi bahwa awal tahun 2026 akan menjadi momen “pertaruhan” terakhir.
Januari/Februari 2026: Pengumuman strategi detail.
Juni 2026: MSCI akan melakukan tinjauan tahunan (Annual Market Classification Review). Jika diterima, Korea akan masuk ke “daftar pantauan” (watch list) selama satu tahun sebelum resmi menjadi Pasar Maju pada 2027.
Ringkasan Strategi Korea Selatan

Dampak bagi Investor Global (Termasuk Indonesia):
Rebalancing Portofolio: Jika Korea Selatan naik ke Developed Markets, maka bobot negara lain di Emerging Markets (termasuk Indonesia/IHSG) kemungkinan akan meningkat secara otomatis dalam indeks MSCI Emerging Markets. Ini bisa menjadi sentimen positif bagi aliran dana asing ke Indonesia.
Benchmark: Reformasi Korea ini sering dijadikan contoh bagi negara lain yang ingin meningkatkan daya tarik pasar modalnya lewat transparansi dan kemudahan akses valas.
Jika Korea Selatan resmi “naik kelas” ke indeks MSCI Developed Markets, maka bobot negara-negara yang tersisa di MSCI Emerging Markets (EM) akan meningkat secara otomatis untuk mengisi kekosongan tersebut. Sebagai salah satu pasar berkembang yang stabil di Asia Tenggara, Indonesia diprediksi akan menerima limpahan arus dana asing (passive inflow) yang besar. Berikut saham-saham yang paling diuntungkan (Top Picks):
1. Saham Perbankan “Big Four” (High Liquidity)
Manajer investasi global yang menggunakan indeks MSCI sebagai acuan biasanya akan langsung menyasar saham dengan kapitalisasi pasar terbesar dan likuiditas harian tertinggi.
BBCA (Bank Central Asia): Sebagai saham dengan bobot terbesar di IHSG dan MSCI Indonesia, BBCA akan menjadi penerima dana asing terbesar.
BBRI (Bank Rakyat Indonesia): Sangat disukai investor asing karena dividennya yang tinggi dan ekspansi di sektor mikro.
BMRI (Bank Mandiri): Sering menjadi pilihan utama saat terjadi rebalancing indeks karena kinerja fundamentalnya yang sangat solid di 2025.
BBNI (Bank Negara Indonesia): Valuasinya yang sering dianggap lebih “murah” dibanding BBCA/BBRI membuatnya menarik untuk aksi akumulasi.
2. Sektor Telekomunikasi & Digital
TLKM (Telkom Indonesia): Telkom adalah komponen inti dalam indeks MSCI Indonesia. Jika bobot Indonesia naik, TLKM akan mendapatkan porsi pembelian otomatis dari ETF (Exchange Traded Funds) global yang mereplikasi indeks MSCI EM.
GOTO (GoTo Gojek Tokopedia): Sebagai perwakilan ekonomi digital dengan kapitalisasi pasar besar, GOTO sering masuk dalam radar penyesuaian bobot MSCI, terutama jika mereka terus menunjukkan perbaikan profitabilitas di 2026.
3. Sektor Komoditas & Hilirisasi (Target ESG)
Investor asing di pasar negara maju kini sangat memperhatikan faktor ESG (Environmental, Social, and Governance). Saham yang terkait dengan ekosistem energi baru akan diuntungkan:
TPIA (Chandra Asri Group): Mengingat kapitalisasinya yang melonjak drastis, TPIA kini memiliki pengaruh besar dalam indeks.
AMMN (Amman Mineral Internasional): Sebagai pemain besar di tembaga dan emas, AMMN sering menjadi target utama aliran dana asing baru karena relevansinya dengan transisi energi global.
Untuk tahun 2026, MSCI akan mengikuti jadwal rutin triwulanan dalam melakukan tinjauan indeks (Index Review). Mengetahui jadwal ini sangat penting karena arus dana asing biasanya masuk secara masif tepat pada hari terakhir efektif sebelum perubahan berlaku.
Berikut estimasi jadwal MSCI Index Review 2026:
1. Jadwal Rebalancing Triwulanan 2026
Periode Review
Februari (Quarterly):
Pengumuman Resmi=> 12 Februari 2026
Tanggal Efektif (Penutupan Pasar)=> 27 Februari 2026
Mei (Semi-Annual)*:
Pengumuman Resmi=> 14 Mei 2026
Tanggal Efektif (Penutupan Pasar)=> 29 Mei 2026
Agustus (Quarterly):
Pengumuman Resmi=> 13 Agustus 2026
Tanggal Efektif (Penutupan Pasar)=> 31 Agustus 2026
November (Semi-Annual)*:
Pengumuman Resmi=> 7 November 2026
Tanggal Efektif (Penutupan Pasar)=> 30 November 2026
*Catatan: Review bulan Mei dan November biasanya jauh lebih berdampak besar karena terjadi perombakan besar-besaran (perubahan bobot negara dan penghapusan/penambahan emiten).
2. Hubungan dengan Kasus Korea Selatan (Timeline Krusial)
Terkait ambisi Korea Selatan, bulan Juni 2026 adalah momen yang paling menentukan:
Juni 2026 (Annual Market Classification Review): MSCI akan mengumumkan apakah Korea Selatan naik dari Watchlist menjadi calon Developed Markets. Jika pengumuman Juni 2026 bernada positif (Korea resmi masuk fase transisi), maka pada rebalancing November 2026, manajer investasi global akan mulai menyesuaikan portofolio mereka secara bertahap untuk menambah bobot di negara berkembang lain, termasuk Indonesia.
3. Strategi “Front-Running” untuk Investor Ritel
Jika Anda ingin mendahului dana asing, berikut taktiknya:
Beli 2 Minggu Sebelum Pengumuman: Harga saham biasanya mulai merangkak naik karena spekulasi pasar sebelum pengumuman resmi.
Pantau “Potential Additions“: Saham-saham besar yang baru IPO biasanya menjadi kandidat kuat untuk masuk indeks.
Waspada Hari Efektif: Pada tanggal efektif (misal 29 Mei), volume transaksi di pasar saham Indonesia biasanya melonjak hingga 3-5 kali lipat di sesi penutupan (Closing Auction). Ini adalah saat dana asing melakukan eksekusi beli/jual secara otomatis.
4. Checklist di Awal 2026:
Januari 2026: Pantau rilis laporan keuangan tahunan 2025 dari bank besar (BBCA, BBRI, dkk). Jika laba tumbuh di atas 10%, mereka akan tetap menjadi prioritas utama di indeks MSCI.
Februari 2026: Cek apakah ada emiten lapis kedua (seperti DEWA) yang mengalami lonjakan kapitalisasi pasar sehingga berpotensi masuk ke indeks MSCI Small Cap.
Disclaimer On: Tulisan ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham tertentu. Keputusan Investasi/Trading sepenuhnya ada di tangan pembaca. Saham Daily tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari Keputusan Investasi/Trading yang dilakukan oleh Pembaca.
Jika Anda ingin berlangganan Database Saham Daily dan mendapatkan Info Saham Terkini, klik link di bawah ini: