Batas Aman Rasio Utang Indonesia

​Batas Aman Rasio Utang Indonesia
​Batas aman utang Indonesia secara resmi mengacu pada rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Ketentuan ini diatur dalam undang-undang.
​1. Dasar Hukum Batas Maksimal
​Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menetapkan bahwa batas maksimal rasio utang pemerintah terhadap PDB adalah 60%. Ketentuan ini berfungsi sebagai pagar pengaman (safeguard) untuk menjaga kesehatan dan keberlanjutan fiskal negara.
​2. Kondisi Rasio Utang Indonesia Saat Ini (Utang Pemerintah)
​Meskipun batas maksimalnya adalah 60%, posisi rasio utang pemerintah Indonesia saat ini jauh di bawah batas tersebut. ​Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan, rasio utang pemerintah terhadap PDB berada di kisaran di bawah 40% (misalnya, per Juni 2025 sekitar 39,86% dari PDB). Pejabat pemerintah sering menegaskan bahwa posisi ini tergolong aman dan sehat jika dibandingkan dengan banyak negara lain, terutama negara maju, yang rasio utangnya bisa mendekati atau bahkan melampaui 100% PDB (seperti Amerika Serikat atau Jepang).
​3. Batas Lain yang Sering Menjadi Acuan
​Selain rasio utang terhadap PDB, ada indikator fiskal penting lainnya yang juga diatur untuk menjaga kehati-hatian:
​Batas Defisit Anggaran: Indonesia juga secara ketat menjaga defisit APBN (selisih antara penerimaan dan pengeluaran) agar tetap di bawah 3% terhadap PDB. Ini diatur setelah masa penanganan COVID-19, di mana batas tersebut sempat dinaikkan sementara.
​4. Perspektif Keamanan Utang
​Pemerintah mengklaim bahwa posisi utang Indonesia aman karena:
​Jauh di Bawah Batas UU: Rasio utang terhadap PDB saat ini jauh di bawah batas 60%.
​Kemampuan Bayar: Dilihat dari kapasitas PDB dan pendapatan negara, kemampuan Indonesia untuk membayar kembali utangnya (pokok dan bunga) masih memadai.
​Struktur Utang: Pemerintah terus berupaya agar mayoritas utang berdenominasi Rupiah untuk mengurangi risiko gejolak nilai tukar valuta asing (valas).

​Batas aman rasio utang pemerintah Indonesia yang ditetapkan oleh undang-undang adalah maksimal 60% terhadap PDB. Saat ini, rasio utang pemerintah berada di kisaran di bawah 40%, yang secara resmi dianggap aman dan terkendali oleh pihak berwenang.

Membandingkan rasio utang Indonesia dengan negara lain di ASEAN dan G20 akan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai posisi fiskal Indonesia secara global.
​Rasio utang yang digunakan di sini adalah Utang Pemerintah terhadap PDB (Government Debt-to-GDP Ratio), dengan data perkiraan untuk tahun 2024/2025.​

Perbandingan Rasio Utang di Kawasan ASEAN
​Di antara negara-negara anggota ASEAN, rasio utang Indonesia tergolong rendah dan terkendali.

Singapura, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) = 175%, rasio tertinggi dikawasan ASEAN namun sebagian besar utang digunakan untuk investasi aset dan diimbangi oleh aset Pemerintah yang besar.

Laos, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) = 108%, rasio yang sangat tinggi menunjukkan beban utang yang signifikan.

Malaysia, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) = 68%, melebihi batas aman Indonesia (60%) dan berada di tingkat moderat.

Thailand, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) = 63%, melebihi batas aman Indonesia, menunjukkan peningkatan utang sejak pandemi.

Filipina, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) = 57%, berada di bawah 60%, namun lebih tinggi dari Indonesia.

Indonesia, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) = 39-41%, salah satu yang terendah di antara negara-negara ekonomi besar di ASEAN, jauh di bawah batas 60% yang ditetapkan Undang-Undang.

Vietnam, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) = 34%, rasio yang sangat rendah, didukung oleh pertumbuhan PDB yang kuat

Brunei, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) = 2%, rasio terendah di kawasan, menandakan stabilitas fiskal yang sangat kuat.

Intinya: Posisi Indonesia lebih baik dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina, dan sangat jauh di bawah Singapura dan Laos.

Perbandingan Rasio Utang di Negara G20
​G20 adalah kelompok 20 ekonomi terbesar di dunia. Perbandingan ini menunjukkan bahwa rasio utang Indonesia jauh lebih sehat dibandingkan rata-rata negara maju G20.

Jepang, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) = 235%-237% yoy, rasio utang tertinggi di dunia.

Italia, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) =135%-137% yoy, sangat tinggi dikawasan Eropa

Amerika Serikat, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) =121%-125% yoy, jauh di atas 100%

Kanada, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) =111%-113% yoy, jauh di atas 100%

Perancis, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) =113%-116% yoy, jauh di atas 100%

Inggris, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) =101%-103% yoy, di atas 100%

Tiongkok, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) =88%-96% yoy, rasio yang meningkat tajam

India, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) =80%-82% yoy, tinggi namun memikiki batasan yang berbeda.

Brazil, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) =91%-92% yoy, cukup tinggi di antara negara berkembang.

Jerman, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) =64%-65% yoy, di atas batas aman Indonesia (60%)

Korea Selatan, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) =53%-55% yoy, terkendali tapi lebih tinggi dari Indonesia

Indonesia, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) =39%-41% yoy, salah satu yang terendah di G20.

Rusia, Rasio utang terhadap PDB (perkiraan 2024/2025) =20%-24% yoy, rasio yang sangat rendah.

Secara keseluruhan, dibandingkan negara-negara G20, posisi Indonesia sangat kuat dengan rasio utang yang moderat. Mayoritas negara maju dan beberapa negara berkembang G20 memiliki rasio utang yang jauh melampaui batas 60% Indonesia.

Meskipun Rasio Utang terhadap PDB (Debt-to-GDP Ratio) adalah indikator utama yang paling sering disorot dan memiliki batas legal di Indonesia sebesar 60% (berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara), ada beberapa aturan dan indikator lain yang juga sangat penting dalam mengukur kesehatan dan keberlanjutan utang suatu negara.
​Berikut penjelasan mengenai aturan dan indikator rasio utang lainnya di Indonesia:
​1. Batas Defisit APBN terhadap PDB
​Ini adalah aturan yang sangat mendasar dan saling berkaitan dengan utang.
​Aturan: Maksimal Defisit Anggaran terhadap PDB adalah 3% (berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara).
​Relevansi: Defisit anggaran adalah selisih antara pengeluaran dan pendapatan negara. Jika pengeluaran lebih besar (defisit), selisih tersebut harus ditutup, yang sebagian besar dilakukan melalui penarikan utang baru.
​Artinya: Dengan membatasi defisit APBN hingga 3% dari PDB, secara otomatis pemerintah membatasi laju penambahan utang baru setiap tahunnya, yang membantu menjaga agar rasio utang terhadap PDB tetap aman.
​2. Rasio Utang terhadap Penerimaan Negara (Debt-to-Revenue Ratio)
​Rasio ini lebih berfokus pada kemampuan riil pemerintah untuk membayar utang dari pendapatan yang dikumpulkannya.

Definisi: Membandingkan total stok utang pemerintah dengan total penerimaan negara (terutama pendapatan perpajakan).

Rasio Utang terhadap Penerimaan = Total Stok Uang Pemerintah : Total Penerimaan Negara

Batas Aman Global (Rekomendasi IMF): Walaupun Indonesia tidak memiliki batas legal baku, lembaga internasional seperti IMF umumnya merekomendasikan rasio stok utang terhadap Penerimaan Perpajakan berada di kisaran 90% hingga 150% sebagai batas aman.

Relevansi: Rasio yang tinggi menunjukkan bahwa meskipun PDB negara besar (seperti Indonesia), kemampuan pemerintah untuk membayar kembali utang dari pendapatan rutinnya relatif rendah. Indonesia harus menjaga rasio ini agar tidak terlalu jauh di atas rata-rata negara peer.

3. Rasio Beban Bunga Utang terhadap Penerimaan Negara
​Indikator ini mengukur seberapa besar porsi penerimaan negara yang habis hanya untuk membayar bunga (bukan pokok) utang.

Definisi: Membandingkan pembayaran bunga utang dalam satu tahun dengan total penerimaan negara pada tahun yang sama.

Rasio Bunga terhadap Penerimaan =  Pembayaran Bunga Utang Tahunan : Total Penerimaan Negara

Relevansi: Rasio ini menunjukkan fleksibilitas fiskal. Semakin tinggi rasio ini, semakin sedikit dana yang tersisa dari penerimaan negara untuk membiayai belanja produktif (seperti infrastruktur, pendidikan, atau kesehatan). Pemerintah Indonesia secara ketat mengelola agar porsi pembayaran bunga ini tetap terkendali.

4. Rasio Layanan Utang (Debt Service Ratio / DSR)
​DSR adalah indikator penting untuk mengukur kemampuan negara membayar kewajiban utang luar negeri.

Definisi: Membandingkan total pembayaran pokok dan bunga Utang Luar Negeri (ULN) pemerintah dengan total penerimaan devisa transaksi berjalan.

DSR = Pembayaran Pokok dan Bunga Utang Luar Negeri : Penerimaan Devisa Transaksi Berjalan

Relevansi: Rasio ini menunjukkan ketersediaan devisa (valuta asing) yang dimiliki negara untuk membayar utang luar negeri. Rasio DSR yang melampaui batas tertentu (sering kali 20% dipertimbangkan sebagai batas kehati-hatian) mengindikasikan bahwa kemampuan devisa untuk menanggung kewajiban utang semakin terbatas, sehingga meningkatkan risiko krisis nilai tukar atau gagal bayar.

​Indonesia tidak hanya berpegangan pada batas 60% Utang terhadap PDB, tetapi juga menggunakan beberapa aturan kehati-hatian lainnya, terutama:
​Batas Defisit APBN 3% PDB (aturan legal).
​Pengendalian Rasio Beban Bunga (indikator fleksibilitas fiskal).
​Pengendalian DSR (indikator kemampuan membayar utang luar negeri dengan devisa).

Jika Anda ingin berlangganan Database Saham Daily dan mendapatkan Info Saham Terkini, klik link di bawah ini:

Langganan Database Sahamdaily & Info Saham Terkini

No HP Admin Sahamdaily : 085737186163. Website: www.sahamdaily.com

Disclaimer On: Tulisan ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham tertentu. Keputusan Investasi/Trading sepenuhnya ada di tangan pembaca. Sahamdaily tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari Keputusan Investasi/Trading yang dilakukan oleh Pembaca.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *