Dampaknya apabila BOJ menaikkan suku bunga

Jepang memiliki porsi yang sangat besar sebagai pemegang obligasi Pemerintah Amerika Serikat (US treasuries) terbesar di dunia di antara negara-negara asing.
​Berikut gambaran mengenai seberapa besar kepemilikan tersebut:
​1. Nilai Kepemilikan
Berdasarkan data terbaru dari Departemen Keuangan AS (US Treasury Department), kepemilikan Jepang atas surat utang AS biasanya berada di kisaran USD 1,07 triliun hingga USD 1,12 triliun. Angka ini secara konsisten menempatkan Jepang di posisi nomor satu, mengungguli negara-negara lain seperti Tiongkok (China), yang merupakan pemegang obligasi terbesar kedua. Kepemilikan besar ini bukan sekadar investasi, tetapi juga merupakan bagian dari strategi ekonomi Jepang selama bertahun-tahun:
​Cadangan Devisa: Bank of Japan (BOJ) dan lembaga keuangan Jepang mengakumulasi Dolar AS melalui ekspor dan investasi. Dolar ini kemudian diinvestasikan kembali ke aset yang paling aman dan likuid di dunia, yaitu obligasi AS, untuk membentuk cadangan devisa.
​Perbedaan Suku Bunga (Carry Trade): Dengan kebijakan suku bunga ultra-rendah di Jepang selama puluhan tahun, investor Jepang (seperti dana pensiun dan perusahaan asuransi) mencari imbal hasil (yield) yang lebih tinggi di luar negeri. Obligasi AS menawarkan imbal hasil yang jauh lebih menarik, mendorong investasi besar-besaran ke Treasury AS.
Stabilitas dan Likuiditas: Meskipun Jepang sendiri merupakan negara yang maju, obligasi AS tetap dianggap sebagai aset “safe haven” (tempat berlindung aman) yang paling likuid dan stabil di dunia, menjadikannya pilihan ideal untuk menampung cadangan devisa triliunan dolar.
​2. Relevansi dengan Kenaikan Suku Bunga BOJ
​Keputusan BOJ untuk menaikkan suku bunga sangat relevan dengan kepemilikan obligasi AS yang masif ini:
​Risiko Penjualan: Jika suku bunga obligasi Jepang (JGB) naik karena kebijakan BOJ, investasi di Jepang menjadi lebih menarik. Hal ini memotivasi investor Jepang untuk mengurangi kepemilikan obligasi AS dan menarik modalnya kembali ke Jepang (repatriasi Yen).
​Dampak Global: Penjualan obligasi AS oleh pemegang terbesar di dunia dapat menekan harga Treasury AS dan meningkatkan imbal hasil obligasi AS. Seperti yang telah kita bahas sebelumnya, ini adalah salah satu cara kebijakan BOJ dapat memengaruhi biaya pinjaman di Amerika Serikat.

Kenaikan suku bunga oleh Bank of Japan (BOJ) merupakan peristiwa yang sangat signifikan secara global, dan dampaknya terhadap pasar saham Indonesia (IHSG) akan terjadi melalui mekanisme aliran modal dan sentimen investor regional. ​Secara garis besar, dampak kenaikan suku bunga BOJ pada pasar saham Indonesia cenderung bersifat negatif dalam jangka pendek karena adanya penyesuaian pasar global, namun positif dalam jangka panjang jika berhasil menstabilkan ekonomi Jepang.

​Berikut penjelasan mendalamnya:
​1. Dampak Jangka Pendek: Risiko Outflow Modal (Negatif)
​Kenaikan suku bunga Jepang, meskipun hanya kecil, mengakhiri era suku bunga sangat rendah (negatif) yang berlangsung puluhan tahun. Hal ini memicu “kepulangan” modal dan dapat menyebabkan tekanan pada pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
​Kepulangan Modal (Repatriasi Yen): Investor dan institusi keuangan Jepang selama ini menempatkan modal mereka di luar negeri (termasuk pasar obligasi dan saham Indonesia) karena imbal hasil di Jepang sangat rendah. Ketika suku bunga BOJ naik, aset di Jepang menjadi lebih menarik. Ini mendorong investor Jepang untuk:
​Menarik (menjual) sebagian kepemilikan mereka di pasar saham dan obligasi Indonesia.
​Mengalihkan dana tersebut kembali ke pasar domestik Jepang.
​Tekanan Jual pada IHSG: Arus keluar dana asing (net sell) ini dapat menyebabkan penurunan (koreksi) pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di pasar saham Indonesia dan melemahkan Rupiah terhadap Yen.
​Perubahan Sentimen: Kenaikan suku bunga oleh salah satu bank sentral besar dunia menciptakan ketidakpastian (volatilitas) di pasar global, yang seringkali menyebabkan investor mengurangi risiko dengan menjual aset di pasar yang dianggap berisiko tinggi (termasuk emerging market seperti Indonesia).
​2. Dampak Jangka Menengah: Efek pada Sektor Perdagangan (Campuran)
​Jepang adalah salah satu mitra dagang dan investor terbesar Indonesia.
Pelemahan Yen Merugikan Ekspor RI: Kenaikan suku bunga BOJ diperkirakan akan memperkuat Yen. Jika Yen menguat, ini berarti:
​Barang-barang ekspor Indonesia ke Jepang menjadi relatif lebih mahal bagi pembeli di Jepang, yang berpotensi menekan kinerja ekspor Indonesia.
​Investor Jepang perlu membayar lebih sedikit Yen untuk berinvestasi dalam Rupiah, yang dapat mendorong investasi langsung (FDI) dari Jepang ke Indonesia, terutama di sektor manufaktur.
​Dampak pada Komoditas: Jika kenaikan suku bunga BOJ menyebabkan perlambatan ekonomi di Jepang, permintaan Jepang terhadap komoditas Indonesia (seperti batu bara, nikel, atau CPO) dapat menurun, menekan harga komoditas global, dan pada akhirnya berdampak negatif pada saham-saham sektor komoditas di Indonesia.
​3. Dampak Jangka Panjang: Stabilitas Ekonomi Jepang (Positif)
​Dalam jangka panjang, jika kebijakan normalisasi moneter BOJ berhasil mencapai inflasi yang stabil dan pertumbuhan ekonomi Jepang yang sehat, ini akan menjadi faktor positif bagi kawasan Asia, termasuk Indonesia.
​Mitra Dagang yang Kuat: Ekonomi Jepang yang lebih stabil dan kuat akan menjadi mitra yang lebih solid untuk Indonesia.
​Investasi Langsung (FDI): Jepang adalah salah satu sumber utama Investasi Langsung Asing (FDI) bagi Indonesia. Stabilitas kebijakan moneter Jepang mengurangi risiko, dan modal yang sehat dari Jepang akan terus mengalir ke Indonesia untuk ekspansi bisnis jangka panjang.

​Ringkasan Dampak pada Pasar Saham Indonesia (IHSG)

Jangka Pendek => Negatif (Koreksi) =>  Outflow modal oleh investor Jepang yang membawa dananya kembali ke Jepang untuk mendapatkan yield yang lebih tinggi.

Jangka Menengah => Campuran=>  Bergantung pada seberapa besar penguatan Yen memengaruhi ekspor vs. seberapa besar kenaikan cost of debt global.

Jangka Panjang=> Positif => Stabilitas ekonomi Jepang yang lebih baik menjamin mitra dagang dan sumber FDI yang lebih kuat bagi Indonesia.

Secara keseluruhan, pasar saham Indonesia harus bersiap menghadapi potensi volatilitas dan aliran keluar dana asing yang didorong oleh global liquidity yang kini menjadi lebih mahal.

Dampak dari kenaikan suku bunga Bank of Japan (BOJ) tidak akan dirasakan merata di seluruh sektor pasar saham Indonesia (IHSG). Beberapa sektor memiliki sensitivitas yang lebih tinggi terhadap perubahan kebijakan moneter global dan aliran modal asing.
​Berikut sektor-sektor di Indonesia yang paling rentan (sensitif) terhadap dampak kenaikan suku bunga BOJ:
​1. Sektor Keuangan (Perbankan Besar)
Sektor perbankan sangat sensitif terhadap aliran modal asing dan sentimen pasar.
​Risiko Outflow: Bank-bank besar di Indonesia sering menjadi target utama investasi asing (termasuk dana dari Jepang). Jika investor asing menarik modalnya karena imbal hasil di Jepang menjadi lebih menarik (repatriasi Yen), saham perbankan besar cenderung mengalami tekanan jual dan koreksi harga paling dalam.
Saham Big Cap: Saham-saham bank dengan kapitalisasi pasar besar (big cap) yang memiliki kepemilikan asing signifikan adalah yang paling rentan terhadap penyesuaian arus modal global ini.
​2. Sektor Properti dan Real Estate
Sektor properti di Indonesia secara intrinsik sensitif terhadap suku bunga domestik (Suku Bunga Acuan Bank Indonesia).
​Dampak Tidak Langsung: Kenaikan suku bunga BOJ dapat menyebabkan kenaikan yield obligasi AS (Treasury), yang secara tidak langsung dapat menekan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga tinggi atau bahkan menaikkannya demi menjaga stabilitas Rupiah. Suku bunga domestik yang tinggi akan meningkatkan biaya KPR dan pinjaman konstruksi, sehingga menekan prospek pendapatan pengembang properti.
​3. Sektor Komoditas dan Bahan Baku
​Saham-saham di sektor energi, pertambangan, dan bahan baku (seperti batu bara, nikel, dan CPO) sangat bergantung pada harga komoditas global.
​Dampak Perlambatan Jepang: Jika penormalan kebijakan moneter menyebabkan perlambatan permintaan atau pertumbuhan ekonomi di Jepang (mitra dagang dan importir komoditas utama), ini dapat menekan harga komoditas di pasar global. Saham-saham perusahaan komoditas Indonesia yang pendapatannya didominasi oleh ekspor berisiko mengalami penurunan.
​4. Sektor yang Terkait Erat dengan Investasi Jepang
​Meskipun ini bukan sektor resmi di IHSG, perusahaan yang operasinya sangat bergantung pada pinjaman/pendanaan dari Jepang atau yang merupakan anak perusahaan joint venture (JV) dengan perusahaan Jepang dapat merasakan dampak.
Biaya Pendanaan: Kenaikan suku bunga BOJ akan membuat biaya pinjaman dari lembaga keuangan Jepang menjadi lebih mahal, menaikkan cost of funding perusahaan tersebut.
​Keputusan Investasi: Jika Yen menguat, investasi langsung (FDI) Jepang mungkin meningkat karena modal Yen yang sama dapat membeli aset Rupiah lebih banyak. Namun, jika sentimen pasar global buruk, keputusan ekspansi investasi baru dapat ditunda.

​Investor di Indonesia perlu memantau pergerakan harga saham perbankan besar dan sektor procyclical (yang sangat bergantung pada siklus ekonomi dan modal asing) karena mereka yang paling cepat bereaksi terhadap perubahan likuiditas global yang disebabkan oleh BOJ.

Disclaimer On: Tulisan ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham tertentu. Keputusan Investasi/Trading sepenuhnya ada di tangan pembaca. Saham Daily tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari Keputusan Investasi/Trading yang dilakukan oleh Pembaca.

Jika Anda ingin berlangganan Database Saham Daily dan mendapatkan Info Saham Terkini, klik link di bawah ini:

Langganan Database Sahamdaily & Info Saham Terkini

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *