Pemisahan (spin-off) aset fiber optik Telkom Indonesia (TLKM) ke entitas baru bernama InfraNexia (PT Telkom Infrastruktur Indonesia) telah memasuki babak krusial di akhir tahun 2025 ini. Gosip rencana Initial Public Offering (IPO) InfraNexia menjadi topik hangat karena potensi valuasinya yang sangat besar.
Kemungkinan IPO InfraNexia:
1. Status Terkini: Selesainya Spin-off Tahap I
Pada 18 Desember 2025, Telkom telah resmi menandatangani akta pemisahan aset wholesale fiber connectivity tahap pertama kepada InfraNexia. Nilai Aset Tahap I sekitar Rp 35,7 triliun. Setelah tahap kedua rampung pada semester I-2026, total aset yang dikelola diperkirakan mencapai Rp 90 triliun.
2. Kapan IPO Akan Dilakukan?
Peluang IPO sangat terbuka, namun belum ditetapkan secara resmi.
Prioritas Saat Ini: Fokus menyelesaikan pemisahan aset tahap kedua yang ditargetkan selesai pada pertengahan 2026.
Syarat IPO: Langkah melantai di bursa baru akan dipertimbangkan secara serius setelah InfraNexia menjadi entitas yang solid, operasionalnya efisien, dan memiliki pertumbuhan yang stabil pasca-pemisahan.
3. Potensi Valuasi dan Daya Tarik
InfraNexia diproyeksikan menjadi salah satu “raksasa” baru di bursa jika benar-benar IPO:
Unlocking Value: Tujuan utama spin-off ini adalah memaksimalkan nilai aset fiber Telkom yang selama ini “tersembunyi” di dalam laporan keuangan holding.
Target Valuasi: Manajemen berharap valuasi InfraNexia bisa menembus angka Rp 150 triliun, menjadikannya salah satu perusahaan infrastruktur digital terbesar di Asia Tenggara.
Model Bisnis: Sebagai FiberCo, InfraNexia akan bersikap lebih netral, melayani tidak hanya Telkom Group tetapi juga operator telekomunikasi lainnya, yang akan meningkatkan potensi pendapatan dari pihak eksternal.
4. Opsi Selain IPO
Selain IPO, Telkom juga membuka peluang untuk menggandeng mitra strategis (strategic partner). Skema ini memungkinkan investor besar (seperti dana pensiun global atau pengelola aset infrastruktur) masuk terlebih dahulu untuk menyuntikkan modal dan keahlian sebelum akhirnya dibawa ke pasar publik.

Langkah ini mirip dengan keberhasilan Mitratel (MTEL) saat melakukan IPO setelah pemisahan menara telekomunikasi. Jika berhasil, InfraNexia akan menjadi mesin pertumbuhan baru bagi Telkom di sektor infrastruktur digital.
MTEL vs InfraNexia
Membandingkan potensi InfraNexia dengan Mitratel (MTEL) sangat relevan karena keduanya merupakan bagian dari strategi “Five Bold Moves” Telkom untuk melakukan unlocking value (membongkar nilai aset yang tersembunyi).
Berikut perbandingan antara keduanya:
1. Skala Bisnis dan Valuasi
InfraNexia diproyeksikan menjadi entitas yang jauh lebih besar secara nilai aset dibandingkan Mitratel saat awal IPO.
Fitur Perbandingan Mitratel (MTEL) InfraNexia (Estimasi)
Jenis Aset
MTEL => Menara Telekomunikasi (TowerCo)
InfraNexia => Serat Optik & Konektivitas (FiberCo)
Total Aset
MTEL => ± Rp57 Triliun (saat IPO 2021)
InfraNexia => ± Rp90 Triliun – Rp150 Triliun (2026)
Dana IPO
MTEL => Rp 18,3 Triliun (IPO Jumbo)
InfraNexia => Berpotensi lebih besar dari Mitratel
Model Bisnis
MTEL => Penyewaan menara ke operator
InfraNexia => Penyewaan kabel fiber (Wholesale)
2. Belajar dari Pengalaman Saham MTEL pasca-IPO
Saham Mitratel memberikan pelajaran berharga bagi calon investor InfraNexia:
Pergerakan Harga: Saat IPO di 2021, MTEL sempat mengalami tekanan dan turun di bawah harga perdana (Rp 800). Namun, secara fundamental, perusahaan tetap solid dengan margin EBITDA di atas 80%.
Dividen sebagai Daya Tarik: MTEL dikenal rajin membagikan dividen dengan rasio yang cukup besar (70-75% dari laba bersih). Hal ini kemungkinan besar akan ditiru oleh InfraNexia untuk menarik minat investor institusi jangka panjang.
Konsolidasi Aset: MTEL butuh waktu untuk mengintegrasikan ribuan menara dari Telkomsel. Begitu pula InfraNexia yang saat ini baru menyelesaikan tahap I pemisahan (Desember 2025) dan baru akan tuntas di pertengahan 2026.
3. Keunggulan Strategis InfraNexia vs Mitratel
Monopoli Infrastruktur: InfraNexia mengelola tulang punggung (backbone) internet Indonesia yang sangat luas. Jika Mitratel punya kompetitor kuat seperti Protelindo (TOWR), kompetisi di sisi wholesale fiber milik InfraNexia jauh lebih terbatas, menjadikannya pemain yang sangat dominan.
Netralitas Layanan: Sama seperti MTEL yang menyewakan menara ke XL atau Indosat, InfraNexia akan bersikap netral. Ini berarti mereka bisa mendapat pendapatan baru dari pesaing Telkomsel yang membutuhkan jaringan fiber kabel bawah laut atau backhaul.
4. Dampak terhadap Induk (TLKM)
Pengalaman MTEL menunjukkan bahwa spin-off sukses memberikan sentimen positif pada saham TLKM.
Valuasi Re-rating: Analis sering kali menilai Telkom lebih tinggi setelah anak usahanya memiliki harga pasar yang jelas di bursa.
Efisiensi Neraca: Dengan memisahkan aset padat modal (capex heavy) ke InfraNexia, laporan keuangan Telkom Holding akan terlihat lebih ringan dan fokus pada layanan digital serta konsumen.
Jika InfraNexia benar-benar IPO pada akhir 2026, kemungkinan besar akan menjadi salah satu IPO terbesar dalam sejarah BEI. Belajar dari Mitratel, investor sebaiknya tidak hanya melihat fluktuasi harga di minggu-minggu awal, tetapi fokus pada pertumbuhan EBITDA dan dominasi infrastruktur yang mereka miliki.
Disclaimer On: Tulisan ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham tertentu. Keputusan Investasi/Trading sepenuhnya ada di tangan pembaca. Saham Daily tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari Keputusan Investasi/Trading yang dilakukan oleh Pembaca.
Jika Anda ingin berlangganan Database Saham Daily dan mendapatkan Info Saham Terkini, klik link di bawah ini: