Saham-saham big banks akan rebound di 2026?

Fenomena gencarnya investor asing menjual saham-saham Big Bank (misalnya BBCA, BBRI, BMRI, BBNI) pada tahun 2025 akan memberikan dampak yang kompleks dan berlapis terhadap pergerakan harga saham-saham tersebut di tahun 2026.
​Dampaknya dapat dibagi menjadi dua kategori: Dampak Jangka Pendek (Harga) dan Dampak Jangka Panjang
​1. Dampak Jangka Pendek (Tahun 2025 – Awal 2026)
​Dampak langsung dari aksi jual masif oleh investor asing adalah tekanan jual yang kuat pada harga saham.

Tekanan Harga (Koreksi): Investor asing seringkali memiliki porsi kepemilikan yang sangat besar pada saham big bank Indonesia. Penjualan besar-besaran (net sell) ini menciptakan kelebihan pasokan saham di pasar. Harga saham big bank akan cenderung tertekan atau terkoreksi signifikan sepanjang tahun 2025, bahkan meskipun fundamental bank tersebut masih sehat.

Volatilitas Meningkat : Aksi jual asing sering dipicu oleh sentimen eksternal (misalnya kenaikan suku bunga The Fed, geopolitik global, atau risk-off sentiment). Hal ini menyebabkan pergerakan harga saham bank menjadi sangat volatil dan sulit diprediksi oleh investor domestik. Investor domestik, terutama retail, mungkin akan ikut panik (panic selling), memperburuk koreksi harga.

Kapitalisasi Pasar Turun: Karena saham big bank memiliki bobot terbesar di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), aksi jual ini tidak hanya menekan harga saham bank itu sendiri, tetapi juga menjadi pemberat utama IHSG secara keseluruhan. Koreksi harga akan menurunkan kapitalisasi pasar big bank dan IHSG, memengaruhi sentimen pasar secara luas.

2. Dampak Jangka Panjang (Sepanjang Tahun 2026)
​Meskipun terjadi tekanan harga di tahun 2025, dampaknya di tahun 2026 justru berpotensi memicu momentum rebound yang kuat, dengan syarat fundamental bank tetap solid.
​A. Valuasi Menjadi Murah (Discounted Price)
​Penciptaan Margin of Safety: Aksi jual asing di tahun 2025 akan menyebabkan rasio valuasi utama bank (seperti Price-to-Book Value/PBV dan Price-to-Earnings Ratio/PER) turun ke level yang lebih rendah atau bahkan di bawah rata-rata historisnya.
​Peluang Rebound 2026: Penurunan valuasi ini menciptakan “harga diskon” pada saham-saham blue chip dengan fundamental yang kuat. Di tahun 2026, ketika sentimen eksternal mulai mereda (misalnya, The Fed mulai memangkas suku bunga atau ketidakpastian politik mereda), investor domestik dan asing long-term akan melihat valuasi yang murah ini sebagai kesempatan emas untuk mengakumulasi (buy on dip). Hal ini akan mendorong rebound harga.
​B. Faktor Fundamental yang Stabil
​Prospek saham big bank di tahun 2026 sangat bergantung pada bagaimana mereka mampu menjaga fundamentalnya di tahun 2025:

Profitabilitas (Laba Bersih): Jika laba bersih big bank tetap tumbuh solid pada tahun 2025 (didukung oleh penyaluran kredit yang sehat dan manajemen biaya yang efisien), hal ini akan memberikan lantai harga (support) yang kuat. Di 2026, pasar akan mengabaikan sementara outflow asing dan fokus pada prospek pertumbuhan laba.

Kualitas Aset (NPL): Apabila Non-Performing Loan (NPL) tetap terkendali dan kualitas kredit terjaga baik selama periode ketidakpastian 2025, ini menunjukkan ketahanan manajemen risiko bank. Hal ini akan menjadi katalis positif terbesar di tahun 2026.

Rasio Dana Murah (CASA): Bank yang mampu mempertahankan rasio CASA (Current Account and Savings Account) yang tinggi akan lebih tahan terhadap perang suku bunga deposito. Ini akan menjamin Net Interest Margin (NIM) yang stabil, yang sangat positif bagi kinerja laba di 2026.

C. Rotasi Modal Asing (Foreign Rotation)
Aksi jual asing pada tahun 2025 kemungkinan besar bukan didasari oleh keraguan terhadap fundamental bank Indonesia, tetapi karena adanya rotasi portofolio global (global fund rotation) dari pasar negara berkembang (emerging market) ke aset safe-haven (misalnya obligasi AS) atau pasar lain.
​Kembalinya Asing 2026: Jika kondisi ekonomi global, khususnya inflasi dan suku bunga AS, mulai stabil di akhir 2025, investor asing akan mulai mencari kembali aset-aset high-growth di emerging market. Saham big bank Indonesia, dengan fundamental kuat dan valuasi yang kini lebih murah, biasanya menjadi pilihan utama bagi modal asing untuk kembali masuk (inflow) secara masif di tahun 2026.

Gencarnya penjualan saham big bank oleh investor asing di tahun 2025 akan menyebabkan koreksi harga yang signifikan, tetapi di saat yang sama menciptakan valuasi yang menarik di bawah nilai wajarnya. Dampak di tahun 2026 akan sangat tergantung pada ketahanan fundamental bank. Jika laba dan kualitas aset tetap prima, aksi jual 2025 hanya akan menjadi pemberhentian sementara sebelum harga saham mengalami rebound kuat di tahun 2026, didorong oleh fundamental dan kembalinya inflow modal asing.

Untuk mengukur potensi rebound di tahun 2026 setelah aksi jual investor asing di tahun 2025, kita perlu membandingkan valuasi saham Big Bank saat ini (setelah koreksi di 2025) dengan rata-rata historis mereka. Penurunan valuasi menunjukkan seberapa besar diskon yang ditawarkan pasar, menjadikannya menarik bagi investor jangka panjang.
​Berdasarkan data konsensus analis dan laporan terkini dari pasar (perkiraan di sekitar Kuartal III – Oktober 2025), berikut adalah perbandingan valuasi empat bank besar (The Big Four):

Perbandingan Valuasi Saham The Big Four Bank Indonesia (2025)
​Valuasi menggunakan rasio Price-to-Book Value (PBV), yang paling umum digunakan untuk membandingkan bank. PBV mengukur seberapa mahal harga saham dibandingkan dengan nilai buku (modal) perusahaan.

BBNI => PBV terkini Oct 2025: kisaran 0.92 x,  rata-rata PBV 5 tahun historis: kisaran 1.2 x – 1.5 x Kondisi valuasi (2025): Sangat Murah. Diperdagangkan di bawah Nilai Buku (modal) per saham. Potensi rebound di 2026: Sangat Tinggi, jika ada perbaikan fundamental atau sentimen pasar.

BMRI => PBV terkini Oct 2025: kisaran 1.61 x, rata-rata PBV 5 tahun historis: kisaran 2.0 x – 2.5 x Kondisi valuasi (2025): Diskon Signifikan. Di bawah rata-rata industri dan historisnya. Potensi rebound di 2026: Tinggi, berpotensi menjadi motor rebound utama.

BBRI => PBV terkini Oct 2025: kisaran 2.5 x – 3.0 x, rata-rata PBV 5 tahun historis: kisaran 3.0 x – 3.5 x Kondisi valuasi (2025): Diskon Cukup Besar. Tertekan karena fokus pada segmen UMKM yang sensitif suku bunga. Potensi rebound di 2026: Tinggi, jika suku bunga BI mulai stabil atau turun di 2026.

BBCA => PBV terkini Oct 2025: kisaran 3.55 x, rata-rata PBV 5 tahun historis: kisaran 4.0 x – 4.5 x, Kondisi valuasi (2025): Diskon Tipis. Tetap premium, tetapi jauh lebih murah dari biasanya. Potensi rebound di 2026: Moderat, didorong oleh kualitas dan stabilitas (The blue-chip).

*Angka PBV terkini adalah perkiraan yang berfluktuasi berdasarkan harga penutupan dan laporan keuangan Kuartal III 2025. Rata-rata historis adalah perkiraan range dalam 5 tahun terakhir.

​Analisis Valuasi dan Proyeksi 2026
​1. BBNI (Bank Negara Indonesia)
​Kondisi: Dengan PBV di bawah 1 x (0.92 x), BBNI dianggap sangat murah (undervalued). Ini berarti investor membeli saham BBNI lebih rendah daripada nilai modal bersih yang dimiliki bank.
​Proyeksi 2026: Jika BBNI menunjukkan pertumbuhan laba yang solid di sisa tahun 2025 dan berhasil mengendalikan biaya dana (cost of fund), valuasi yang terdiskon ini menawarkan margin of safety yang sangat besar. Koreksi di 2025 menjadi kesempatan akumulasi yang luar biasa, berpotensi memberikan return tertinggi di antara big bank di 2026 untuk mengejar nilai wajarnya.
​2. BMRI (Bank Mandiri)
​Kondisi: Valuasi sudah di bawah rata-rata historis 5 tahun. Bank Mandiri sering menjadi favorit asing, sehingga aksi jual asing di 2025 membuat harganya “terseret” ke bawah.
​Proyeksi 2026: Begitu sentimen pasar membaik (terutama kembalinya inflow asing), BMRI adalah salah satu saham yang paling cepat rebound karena didukung oleh laba yang kuat dan fokus di segmen korporasi. Diskon di 2025 menjadikannya sangat menarik.
​3. BBRI (Bank Rakyat Indonesia)
​Kondisi: Penurunan laba di Semester I/2025 (akibat tekanan suku bunga dan pencadangan) membuat valuasinya tertekan. Namun, ini masih di atas nilai buku karena dominasinya di segmen UMKM yang prospektif.
​Proyeksi 2026: Rebound BBRI sangat bergantung pada kebijakan suku bunga BI. Jika BI mulai memangkas suku bunga di 2026, tekanan pada biaya dana BBRI akan berkurang, dan penyaluran kredit UMKM akan pulih cepat, mendorong harga saham kembali ke PBV historisnya.
​4. BBCA (Bank Central Asia)
​Kondisi: BBCA secara konsisten diperdagangkan pada valuasi premium (PBV tertinggi di industri) karena kualitas asetnya yang superior dan laba yang paling stabil. Koreksi di 2025 tidak membuatnya sangat murah, tetapi harganya menjadi lebih wajar atau “diskon” relatif terhadap harga tingginya.
​Proyeksi 2026: BBCA selalu menjadi pilihan pertama ketika investor asing kembali ke Indonesia. Meskipun upside persentase mungkin lebih kecil dibanding BBNI/BMRI/BBRI, BBCA menawarkan risiko paling rendah dan menjadi safe-haven perbankan.
​Secara keseluruhan, penjualan masif asing di 2025 telah menghasilkan diskon valuasi yang besar pada saham-saham Big Bank. Diskon ini meletakkan dasar fundamental yang kuat untuk potensi rebound harga yang agresif di tahun 2026, asalkan kinerja laba bank tetap stabil atau membaik.

Jika Anda ingin berlangganan Database Saham Daily dan mendapatkan Info Saham Terkini, klik link di bawah ini:

Langganan Database Sahamdaily & Info Saham Terkini

No HP Admin Sahamdaily : 085737186163. Website: www.sahamdaily.com

Disclaimer On: Tulisan ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham tertentu. Keputusan Investasi/Trading sepenuhnya ada di tangan pembaca. Sahamdaily tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari Keputusan Investasi/Trading yang dilakukan oleh Pembaca.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *