PT PP Presisi Tbk (PPRE) yang berhasil mengamankan tiga kontrak baru senilai Rp1,2 triliun per 30 Desember 2025.
Penambahan kontrak ini menjadi sentimen positif yang sangat kuat bagi PPRE menjelang penutupan tahun buku 2025.
Rincian 3 Kontrak Baru PPRE
Ketiga proyek ini mencakup dua sektor utama yang menjadi fokus perusahaan, yaitu pertambangan dan konstruksi nasional:
Jasa Pertambangan di Halmahera (Rp 602 Miliar). Ini merupakan kontrak pekerjaan tambahan pada proyek yang sudah berjalan (existing project). Hal ini menandakan tingkat kepercayaan pemilik proyek yang tinggi terhadap kinerja operasional PPRE di lapangan.
Pembangunan Jalan Nasional Jantho–Keumala Seksi 3, Aceh (Rp 252 Miliar). Proyek ini memperkuat portofolio PPRE di sektor infrastruktur jalan nasional.
Coal Processing Plant & Overland Conveyor System di Kalimantan Timur (Rp 335 Miliar). Dikerjakan melalui anak usaha PPRE. Proyek ini berfokus pada pembangunan fasilitas pengolahan batu bara dan sistem ban berjalan (conveyor), mempertegas posisi PPRE dalam rantai pasok energi.
Dampak Terhadap Saham PPRE
Pengumuman ini langsung direspons positif oleh pasar pada perdagangan hari ini, Selasa, 30 Desember 2025:
Kenaikan Harga: Saham PPRE sempat terpantau melonjak hingga 28,26% (naik 39 poin) ke level Rp 177 pada sesi I perdagangan.
Fundamental: Dengan tambahan kontrak ini, total perolehan kontrak baru PPRE sepanjang tahun 2025 telah melampaui capaian tahun-tahun sebelumnya, memperkuat potensi laba bersih di tahun 2026. Keberhasilan ini menunjukkan strategi PPRE untuk melakukan diversifikasi dari sekadar konstruksi bangunan ke arah jasa pertambangan mulai membuahkan hasil yang signifikan secara finansial. Sektor pertambangan memberikan margin yang cenderung lebih stabil dan kontrak jangka panjang.
Jika dibandingkan dengan emiten konstruksi lainnya, posisi PPRE (PP Presisi) per akhir Desember 2025 ini cukup unik karena ia bergerak di antara statusnya sebagai anak usaha BUMN (PTPP) dan fokusnya yang makin dalam ke sektor jasa pertambangan.
Berikut perbandingan PPRE dengan “Big Four” BUMN Karya (PTPP, ADHI, WIKA, WSKT) dan emiten konstruksi swasta:
1. Perbandingan Kinerja Kontrak (Update Akhir 2025)
Kontrak baru sebesar Rp 1,2 triliun yang baru saja didapat PPRE sangat signifikan jika dibandingkan dengan induk dan pesaingnya yang sedang menghadapi pengetatan anggaran infrastruktur pemerintah.
Emiten
PPRE:
Status Kontrak Baru (Hingga Q4 2025)=> Melampaui target; tambahan Rp 1,2 T di akhir tahun.
Fokus Utama 2025=> Jasa Pertambangan & Infrastruktur.
PTPP:
Status Kontrak Baru (Hingga Q4 2025)=> Memimpin di antara BUMN Karya (~Rp 16,8+ T).
Fokus Utama 2025=> Pelabuhan, Bendungan, & IKN.
ADHI:
Status Kontrak Baru (Hingga Q4 2025)=> Cukup stabil (~Rp 4-5 T baru), namun melambat dibanding 2024. Fokus Utama 2025=> LRT, Kereta Api, & Pengolahan Air.
WIKA:
Status Kontrak Baru (Hingga Q4 2025)=> Masih dalam pemulihan setelah restrukturisasi/PKPU.
Fokus Utama 2025=> Fokus penyelesaian proyek multiyears.
WSKT:
Status Kontrak Baru (Hingga Q4 2025)=> Masih dalam suspensi perdagangan/restrukturisasi berat.
Fokus Utama 2025=> Tol Trans Jawa & Sumatera.
2. Sektor Bisnis: Konstruksi vs. Pertambangan
PPRE memiliki keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki oleh ADHI atau WIKA secara langsung:
PPRE: Pendapatannya kini didominasi oleh Jasa Pertambangan (sekitar 90%+). Ini membuat PPRE lebih tahan banting (resilient) saat anggaran infrastruktur negara sedang turun, karena mereka mengikuti siklus harga komoditas (emas, nikel, batubara).
BUMN Karya Lain (PTPP, ADHI): Masih sangat bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ketika anggaran infrastruktur 2025 turun sekitar 5,4% dari tahun sebelumnya, performa mereka ikut tertekan.
3. Kesehatan Keuangan (Likuiditas)
PPRE & PTPP: Dianggap sebagai kelompok yang lebih “sehat” secara finansial di mata investor. PPRE memiliki arus kas yang lebih lancar dari proyek tambang yang dibayar secara rutin berdasarkan volume produksi.
WIKA & WSKT: Masih berjuang dengan beban utang bunga yang tinggi. Sebagai contoh, per 29 Desember 2025, WIKA masih menghadapi gugatan PKPU terkait sengketa pembayaran dengan vendor.
ADHI: Relatif stabil karena berhasil melunasi kewajiban obligasi tepat waktu, namun pertumbuhannya terbatas oleh kapasitas modal.
4. Perbandingan dengan Swasta (NRCA, TOTL)
Emiten konstruksi swasta seperti NRCA (Nusa Raya Cipta) dan TOTL (Total Bangun Persada) memiliki karakteristik berbeda:
Mereka lebih fokus pada gedung bertingkat (high-rise) dan pabrik swasta.
Margin Keuntungan: Swasta biasanya memiliki margin lebih besar dan utang lebih kecil, namun skala proyeknya tidak sebesar BUMN.
Saham PPRE saat ini menjadi top pick di sektor konstruksi/pendukung infrastruktur karena sentimen kontrak tambang dan korelasi dengan harga emas (melalui proyek di Halmahera). Sementara BUMN Karya lain (PTPP/ADHI) lebih cocok untuk investasi jangka panjang menunggu pemulihan anggaran sektor publik.
Disclaimer On: Tulisan ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham tertentu. Keputusan Investasi/Trading sepenuhnya ada di tangan pembaca. Saham Daily tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari Keputusan Investasi/Trading yang dilakukan oleh Pembaca.
Jika Anda ingin berlangganan Database Saham Daily dan mendapatkan Info Saham Terkini, klik link di bawah ini: