Fenomena January Effect

January Effect adalah fenomena musiman di pasar modal di mana harga saham cenderung mengalami kenaikan secara signifikan pada bulan pertama setiap tahun (Januari). Fenomena ini sering dianggap sebagai kelanjutan atau “rebound” dari aksi jual yang terjadi di akhir tahun sebelumnya.
​Berikut poin-poin penting untuk memahami January Effect:
​1. Penyebab Utama January Effect
​Beberapa faktor psikologis dan teknis yang mendorong kenaikan ini meliputi:
​Tax-Loss Harvesting: Investor (terutama di luar negeri) menjual saham yang merugi di akhir Desember untuk mengurangi beban pajak. Pada bulan Januari, mereka membeli kembali saham tersebut atau mencari saham baru, sehingga permintaan meningkat.
​Bonus Akhir Tahun: Banyak karyawan atau manajer investasi menerima bonus tahunan di bulan Desember/Januari. Sebagian dana ini dialokasikan masuk ke pasar saham.
​Psikologi “Tahun Baru”: Adanya optimisme awal tahun dan resolusi investasi baru dari investor ritel sering kali memicu gairah beli.
​Rebalancing Portofolio: Manajer investasi sering menata ulang portofolio mereka di awal tahun setelah melakukan Window Dressing di bulan Desember.
​2. Ciri Khas Saham yang Terpengaruh
​Small-Cap & Mid-Cap: Secara historis, saham-saham dengan kapitalisasi pasar kecil dan menengah cenderung mengalami kenaikan lebih tinggi dibandingkan saham blue chip (kapitalisasi besar) karena likuiditas yang lebih rendah membuat harga lebih mudah terangkat saat ada lonjakan permintaan.
​Saham Terdiskon: Saham-saham yang sebelumnya tertekan di akhir tahun sering menjadi incaran karena harganya dianggap sudah murah.
​3. January Effect di Indonesia (IHSG)
​Di Bursa Efek Indonesia (BEI), fenomena ini cukup sering terjadi, namun tidak selalu pasti.
​Data Historis: Dalam 10 tahun terakhir (2014-2023), probabilitas IHSG menguat di bulan Januari adalah sekitar 60% (6 kali naik, 4 kali turun).
​Tahun 2025: Pada perdagangan perdana 2 Januari 2025, IHSG sempat menguat 1,18% ke level 7.163, yang menandakan dimulainya optimisme awal tahun. Namun, menjelang akhir Desember 2025 saat ini, pasar sedang mengalami sedikit koreksi (profit taking) untuk bersiap menghadapi potensi pergerakan di Januari 2026.
​4. Strategi Investor
​Untuk memanfaatkan momentum ini, investor biasanya:
​Mencari saham “salah harga”: Membeli saham fundamental bagus yang harganya jatuh di akhir Desember.
​Analisis Sektor: Memperhatikan sektor yang diproyeksikan tumbuh di tahun baru (misal: perbankan atau konsumsi).
​Waspada: Tetap melakukan analisis teknikal karena January Effect tidak menjamin harga akan terus naik sepanjang bulan; puncaknya sering terjadi di dua minggu pertama.
​Catatan Penting: Karena hari ini adalah 30 Desember 2025, pasar biasanya sedang dalam posisi sideways atau cenderung turun tipis karena aksi ambil untung sebelum libur Tahun Baru.

Berdasarkan data historis dan tren ekonomi menjelang Januari 2026, berikut adalah sektor-sektor di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang biasanya paling diuntungkan dan layak diperhatikan untuk memanfaatkan momentum January Effect:
​1. Sektor Perbankan (Finance) – The Market Driver
​Saham-saham Big Caps perbankan (seperti BBCA, BBRI, BMRI, BBNI) biasanya menjadi target pertama manajer investasi saat menyusun ulang portofolio di awal tahun.
​Alasan: Fundamental yang kuat dan sering kali memberikan dividen besar di kuartal pertama tahun berjalan.
​Fokus: Perbankan digital dan bank besar yang diuntungkan jika suku bunga stabil.
​2. Sektor Konsumsi (Consumer Goods)
​Awal tahun sering kali disertai dengan optimisme belanja masyarakat dan penyesuaian anggaran pemerintah/perusahaan.
​Alasan: Saham seperti ICBP, INDF, atau AMRT cenderung defensif namun stabil saat arus modal masuk kembali ke pasar ritel.
​Fokus: Perusahaan ritel besar yang memiliki jangkauan distribusi luas.
​3. Sektor Properti & Real Estate
​Secara siklus, sektor ini sering kali mulai bergerak di awal tahun seiring dengan rilis target penjualan (marketing sales) tahunan yang baru.
​Alasan: Jika ada ekspektasi penurunan suku bunga di tahun 2026, saham properti seperti BSDE, SMRA, atau CTRA biasanya akan merespons lebih cepat.
​4. Sektor Infrastruktur & Energi (Fokus Baru 2026)
​Mengingat kebijakan pemerintah di bawah Presiden Prabowo yang fokus pada ketahanan energi dan hilirisasi:
​Alasan: Saham-saham yang terkait dengan energi terbarukan atau hilirisasi mineral (seperti nikel/tembaga) diprediksi akan mendapat sentimen positif dari rilis kebijakan awal tahun.
​Contoh: Saham nikel atau perusahaan konstruksi yang mendapat kontrak baru di awal tahun.

​Strategi Praktis untuk Anda (Menuju Januari 2026):
​Beli Saat Koreksi (Buy on Weakness): Karena hari ini (30 Desember) pasar cenderung sepi atau terkoreksi, ini bisa menjadi kesempatan untuk mengoleksi saham-saham di atas sebelum “gas pol” di minggu pertama Januari.
​Perhatikan Saham Lapis Kedua (Small-Mid Caps): Secara statistik, January Effect lebih terasa pada saham lapis kedua karena harganya lebih mudah bergerak dengan volume beli yang tidak terlalu besar.
​Cek Tanggal Cum Date Dividen: Banyak perusahaan melakukan rapat umum pemegang saham (RUPS) di awal tahun untuk menentukan dividen. Ini adalah katalis tambahan.

Disclaimer On: Tulisan ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham tertentu. Keputusan Investasi/Trading sepenuhnya ada di tangan pembaca. Saham Daily tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari Keputusan Investasi/Trading yang dilakukan oleh Pembaca.

Jika Anda ingin berlangganan Database Saham Daily dan mendapatkan Info Saham Terkini, klik link di bawah ini:

Langganan Database Sahamdaily & Info Saham Terkini

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *