Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2025 merupakan perubahan atas PP Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif di bidang kehutanan. Regulasi ini, khususnya terkait denda kebun sawit di kawasan hutan tanpa izin, menimbulkan sejumlah akibat serius yang banyak dikhawatirkan, baik oleh pelaku usaha besar maupun petani sawit rakyat.
Beberapa akibat utama dari denda kebun sawit di hutan berdasarkan PP 45/2025:
=>Pengenaan Denda Administratif yang Besar:
Denda administratif ditetapkan sebesar Rp 25 juta per hektare per tahun untuk perkebunan kelapa sawit yang berada di kawasan hutan tanpa izin.
Rumus penghitungannya umumnya: Denda = Luas Pelanggaran x Jangka Waktu Pelanggaran x Tarif Denda Rp 25 juta. Jangka waktu pelanggaran dihitung dari waktu kegiatan usaha dimulai sampai tahun penetapan, dengan memperhitungkan masa tidak produktif (biasanya 5 tahun pertama).
=>Dampak Ekonomi dan Finansial yang Berat:
a. Nilai denda yang terakumulasi selama bertahun-tahun dianggap sangat tinggi, bahkan bisa melampaui nilai pasar lahan sawit itu sendiri.
b. Banyak petani sawit kecil yang lahannya secara administratif masuk kawasan hutan (seringkali tanpa sepengetahuan mereka, karena masalah tumpang tindih tata ruang atau penetapan kawasan hutan yang baru) terancam tidak mampu membayar denda yang jumlahnya bisa mencapai ratusan juta rupiah.
c. Besaran denda ini dinilai dapat mengguncang arus kas perusahaan besar, menyebabkan kredit perbankan macet karena usaha dianggap tidak bankable (layak perbankan), dan berpotensi memicu PHK massal serta penelantaran kebun sawit.
=>Sanksi Administratif yang Diperluas:
PP 45/2025 menambahkan sanksi lain seperti Penguasaan Kembali kawasan hutan oleh pemerintah/Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH). Sanksi administratif juga dapat berupa pencabutan Perizinan Berusaha jika denda tidak dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan.
Regulasi ini memberikan kewenangan besar kepada Satgas PKH, bahkan dengan istilah seperti pemblokiran rekening hingga pencegahan ke luar negeri bagi pihak yang melanggar.
=>Isu Ketidakpastian Hukum dan Keadilan:
Aturan ini dikritik karena dianggap melanggar prinsip keadilan, terutama bagi petani yang telah mengelola lahan mereka jauh sebelum lahan tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan. Timbulnya ketidakpastian hukum dan kekhawatiran akan peningkatan risiko sengketa agraria dan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
PP 45/2025 berpotensi menjadi “ancaman baru” bagi industri kelapa sawit Indonesia karena menetapkan tarif denda yang sangat tinggi, memperluas sanksi, dan dikhawatirkan dapat mematikan usaha, khususnya bagi petani sawit rakyat, karena besaran denda yang tidak sebanding dengan kemampuan ekonomi mereka.
Pengenaan denda berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2025 menargetkan semua pihak, baik perusahaan besar (emiten CPO) maupun petani perorangan/rakyat, yang terbukti menguasai dan menanam kelapa sawit di kawasan hutan tanpa izin yang sah (keterlanjuran).
Daftar emiten CPO yang diketahui atau diindikasi memiliki sebagian lahannya di kawasan hutan berdasarkan data yang dihimpun dan respons emiten setelah mendapat surat dari Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait isu ini:
Emiten yang Menyatakan Lahan Mereka Aman
Beberapa emiten lainnya menyatakan bahwa seluruh lahan operasional mereka berada di luar kawasan hutan dan memiliki perizinan yang lengkap, sehingga menyatakan tidak terdampak secara langsung oleh PP 45/2025:
PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk (CEKA)
PT Teladan Prima Agro Tbk (TLDN)
PT Pinago Utama Tbk (PNGO)
PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG)
PT FAP Agri Tbk (FAPA)
PT Palma Serasih Tbk (PSGO)
PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA)
PT J.A Wattie Tbk (JAWA)
Denda Berlaku untuk Semua: Aturan ini berlaku untuk semua kebun sawit di kawasan hutan tanpa izin, tidak hanya perusahaan Tbk. Petani rakyat/swadaya juga menjadi pihak yang sangat terancam karena mereka menguasai sekitar 42% lahan sawit nasional. Denda yang ditetapkan adalah Rp 25 juta per hektare per tahun dikalikan dengan jangka waktu pelanggaran (masa produksi). Angka ini dianggap sangat tinggi dan berpotensi mematikan usaha, bahkan untuk perusahaan besar. Selain denda, sanksi administratif dapat berupa penguasaan kembali lahan oleh negara, yang berarti emiten kehilangan aset dan sumber produksi sawitnya. Identifikasi dan penertiban lahan oleh Satgas PKH masih terus berjalan. Daftar emiten yang terancam bisa bertambah seiring dengan finalisasi verifikasi batas kawasan hutan di seluruh wilayah.
Jika Anda ingin berlangganan Database Saham Daily dan mendapatkan Info Saham Terkini, klik link di bawah ini:
No HP Admin Sahamdaily : 085737186163. Website: www.sahamdaily.com
Disclaimer On: Tulisan ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham tertentu. Keputusan Investasi/Trading sepenuhnya ada di tangan pembaca. Sahamdaily tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari Keputusan Investasi/Trading yang dilakukan oleh Pembaca.